RESUME
PRO JUSTITIA
Visum et Repertum No. 04/VR/1999
- Surat permintaan visum
Surat permintaan visum et repertum dari Polri Kota Besar Ujung Pandang sektor kota Tamalate yang ditandatangani oleh Drs.S.M..Mahendra Jaya Kapten Polisi NRP.66070505.
- Tim kedokteran forensik
Dipimpin oleh dokter Lucia Suryani,DSPA dengan dibantu oleh beberapa dokter residen dan dokter muda lainnya
- Waktu dan tempat pemeriksaan bedah mayat (otopsi)
Tanggal empat Mei seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan mulai dari jam Sembilan sampai jam dua belas siang waktu Indonesia Tengah di kamar mayat Rumah Sakit Bhayangkara Ujung Pandang.
- Identitas korban
Berdasarkan keterangan polisi, mayat laki-laki yang ditunjuk oleh polisi dimana mayat tanpa segel tersebut bernama Sahir Dg. Tutu Ai Cai, umur 29 tahun, alamat jalan Jl. Dg. Tata Lama No.48 RT BRW I, Kel. Mangasa, agama Islam, pekerjaan tidak dicantumkan, ditemukan meninggal di jalan Dg. Tata Lama, pada hari Minggu, tanggal dua Mei seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan, jam sembilan WITA.
- Keterangan temuan korban
Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan luar kaku mayat seluruh badan, sukar dilawan, lebam mayat pada muka, leher, punggung. tidak hilang dengan penekanan, sudah mulai ada tanda-tanda pembusukan pada perut bagian bawah.
Hidung keluar cairan darah warna coklat dari lubang hidung kanan, bibir kebiruan, keluar cairan darah warna coklat dari mulut. Lubang pelepasan (anus) terdapat kotoran (feses).
Pada ekstremitas kuku-kuku pada kaki dan tangan biru (sianosis). Luka pada kulit leher: luka memar sebesar kepala jarum pentul pada bahu kiri dua sentimeter dari pangkal leher. Kulit pinggang: luka memar ukuran dua kali dua sentimeter pada pinggang sebelah kiri warna ungu kehitaman lokasi tujuh belas sentimeter disebelah kiri bawah pusat. Luka pada ekstremitas: tampak luka listrik pada jari ketiga, keempat, dan kelima tangan kiri, ketiganya pada ruas jari tengah (kulit terkelupas warna putih, dengan bintik hitam di tengahnya dan sekitar luka membengkak), ukuran luka : pada jari ketiga nol koma lima kali nol koma lima sentimeter, jari keempat satu kali nol koma lima sentimeter, dan jari kelima nol koma lima kali nol koma lima sentimeter.
Pemeriksaan dalam
Mikroskopis jantung: pada bilik kiri dan kanan tampak sel-sel otot jantung yang patah-patah (reksis).Pada paru-paru kiri dan kanan terdapat bintik-bintik antrakosis. Mikroskopis kedua paru-paru: diantara alveoli-alveoli tampak pembuluh darah melebar berisi eritrosit,alveoli juga tampak melebar, dan terdapat pula bintik-bintik antrakosis. Hati: ukuran tiga puluh satu kali tujuh belas kali sembilan sentimeter, warna merahkecoklatan, permukaan Iicin. Mikroskopis hati : tampak vena sentralis melebar berisi eritrosit, sinusoid juga berisieritrosit, dan terdapat degenerasi lemak. Limpa : ukuran dua belas kali enam koma lima kali dua setengah sentimeter, warna merah kehitaman, perabaan kenyal, tepi tajam. Mikroskopis limpa : diantara stroma terisi eritrosit. Usus : usus dua belas jari, usus halus, dan usus besar berisi gas pembusukan. Mikroskopis ginjal kanan dan kiri: tampak pembuluh darah-pembuluh darah melebar berisi eritrosit.
Kulit kepala dalam : terdapat hematoma pada bagian depan kanan ukuran tiga kali dua setengah sentimeter, bagian belakang kiri tiga koma lima kali empat sentimeter, dan bagian kepala kanan berukuran empat kali empat sentimeter, dan terdapat bintik-bintik perdarahan diseluruh kulit kepala dalam. Selaput otak keras : ada bercak-bercak perdarahan, bekuan darah di bawah selaput otak keras seluas tiga belas kali enam sentimeter dan perlengketan sepanjang enam sentimeter pada otak bagian kiri dan delapan sentimeter pada tepi atas otak kanan. Otak : pada mikroskopis diantara sel-sel otak besar tampak perdarahan-perdarahan, terdapat bagian yang nekrose, dan tampak sebagian pembuluh darah melebar berisi eritrosit.
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Traumatologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan
berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksudkan dengan luka adalah
suatu keadan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Berdasarkan
sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang
bersifat: (1)
Mekanik:
Kekerasan oleh benda tajam
Kekerasan oleh benda tumpul
Tembakan senjata api
Fisika:
Suhu
Listrik dan petir
Perubahan tekanan udara
Akustik
Radiasi
Kimia:
Asam atau basa kuat
Listrik merupakan suatu bentuk energi yang pada keadan
tertentu dapat melukai tubuh bahkan dapat menyebabkan kematian.
TRAUMA LISTRIK
Definisi
Trauma listrik adalah kekerasan
atas jaringan tubuh yang masih hidup yang disebabkan oleh adanya aliran
arus listrik yang melewati tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun
menyebabkan terganggunya fungsi organ dalam dan jaringan lunak, aritmia
jantung, gagal nafas, bahkan kematian.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
Trauma Listrik
Terjadinya luka akibat segatan
listrik dipengaruhi oleh faktaor - faktor,antara lain:
1. Jenis sirkuit
Berdasarkan tipe sirkuit dapat
dibagi menjadi arus listrik searah (DC) dan arus listrik bolak-balik (AC). Arus
searah (DC) kurang berbahaya dibanding arus bolak-balik (AC); arus dari 50-80
mA AC dapat mematikan dalam hitungan detik, sedangkan 250 mA DC dalam waktu
yang sama sering dapat selamat sebab pada tegangan yang sama arus AC empat
sampai enam kali lebih berbahaya dibandingkan arus DC. Hal ini terjadi karena
pada arus DC menyebabkan kontraksi tunggal pada otot sehingga korban mudah
melepaskan diri dari sumber listrik sedangkan AC menimbulkan kontraksi otot
yang berulang-ulang dan tetani yang menyebabkan korban kesulitan melepaskan
diri dari sumber listrik.1,5 Hal tersebut dapat timbul pada aliran 40-110
siklus per detik. Selain itu arus bolak-balik lebih dapat menyebabkan aritmia
jantung dibanding arus searah. Arus dari AC pada 100 mA dalam seperlima detik
dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel dan henti jantung. Ampere tinggi DC (di
atas 4 A) dapat menyebabkan jantung aritmia kembali pada sinus ritmik seperti
pada defibrilasi medis.1,21
2. Arus (I)
Derajat kerusakan jaringan
sebanding dengan jumlah listrik yang mengalir melaluinya. Jumlah ini terlihat
pada jumlah elektron per unit waktu dan diukur dalam ‘Coulombs’, yang mana
merupakan hasil dari ampere dan detik, meski ampere biasanya diterima sebagai
indeks dari aliran arus. Menurut Hukum Ohm, arus tergantung pada tegangan,
tahanan jaringan dan untuk
kerusakan jaringan diperlukan
waktu untuk arus mengalir. Dalam patologi forensik, kebanyakan kematian adalah
hasil dari disritmia jantung, pengukuran paling penting dari arus adalah yang
mengakibatkan gagal jantung akut. Arus 50-80 mA yang melewati jantung lebih
dari beberapa
detik dapat menyebabkan kematian.
Yang masih dapat ditoleransi adalah 30 mA pada tangan menyebabkan kontraksi
otot yang menyakitkan. Kehilangan kesadaran pada 40 mA dan arus yang terus
menerus untuk beberapa detik lebih besar dari 50-80 mA menyebabkan risiko
kematian.1 Dampak arus listrik yang mengalir pada tubuh menurut Cooper antara
lain :
a. 1 – 2 mA sensasi geli “
tingling “
b. 3 – 5 mA Arus “Let Go” untuk
anak – anak
c. 6 – 8 mA Arus “Let Go” untuk
wanita
d. 7 – 9 mA Arus “Let Go” untuk
laki – laki
e. 10 -20 mA Tetani otot skelet
f. 20 – 50 mA paralysis otot
respirasi ( respiratory arrest )
g. 50 – 100 mA Fibrilasi
Ventrikel
3. Tegangan atau voltase (V)
Kerusakan jaringan akibat
sengatan listrik secara konvensional berdasar tegangan dibagi menjadi voltase
rendah ( tegangan rumah tangga ) dan voltase tinggi yang menggunakan 1000 V
sebagai batas pembagian yang paling umum.Tegangan tinggi mengakibatkan arus
listrik yang lebih besar, oleh karena itu potensinya lebih besar menyebabkan
kerusakan jaringan.5,22
Kematian orang yang terkena arus
listrik bertegangan rendah berbeda dengan yang bertegangan tinggi, dimana pada
yang pertama kematian disebabkan oleh fibrilasi ventrikel, sedangkan yang kedua
biasanya karena luka bakar / panas.20 Tegangan yang sangat tinggi, dapat secara
paradoks lebih aman pada beberapa situasi. Karena syok dapat mementalkan subyek
dari konduktor, sehingga mengurangi waktu kontak di bawah ambang kerusakan
Jantung.
4. Tahanan (R)
Tahanan ( resistensi ) listrik merupakan
kemampuan untuk menghalangi arus listrik. Tubuh mempunyai tahanan terhadap arus
listrik yang melaluinya dan tahanan ini berbeda – beda pada tiap bagian tubuh.
Berdasarkan besarnya resistensinya terhadap listrik tubuh dibagi menjadi tiga
bagian : 1) Tahanan rendah :
saraf, darah, membran mukosa, otot ; 2) Tahanan menengah : kulit kering,
jaringan lemak, tendon ; 3) Tahanan tinggi : tulang. Berdasar besarnya tahanan
kulit mempunyai tahanan menengah tetapi kulit merupakan tahanan utama tubuh
terhadap sengatan listrik karena sebelum memasuki organ yang lebih dalam arus
listrik harus melalui kulit terlebih dahulu. Tahanan kulit bervariasi,
tergantung dari tebalnya lapisan keratin pada epidermis, dimana pada telapak
kaki dan ujung jari lebih tebal dari kulit tipis dimanapun. Tahanan rata-rata
adalah antara 500-10.00 ohm selain tangan dan telapak kaki yang memiliki
tahanan 1 juta ohm ketika
kering.
Faktor yang lebih potensial
adalah kekeringan atau kelembaban kulit, yang berefek sangat besar terhadap
tahanan. Ketika kulit telapak tangan kering, memiliki tahanan 1 juta ohm,
ketika basah akan turun menjadi hanya 1200 ohm. Jellinek menemukan kulit tebal
dari pekerja memiliki tahanan 1 sampai 2 juta ohm, Jaffe menyatakan bahwa
berkeringat dapat menurunkan tahanan kulit dari 3000 sampai 2500 ohm.
Resistensi Jaringan (ohms/cm2)
Membran mukosa 100
Lengan volar, paha bagian dalam
300 – 10,000
Kulit kering 5,000
Kulit Basah
a. kamar mandi 1,200 – 1,500
b. Berkeringat 2,500
c. Kulit lain 10,000 – 40,000
d. Telapak kaki 100,000 – 200,000
e. Heavily calloused palm 1,000,000
– 2,000,000
Makin tinggi resistensi dapat
menyebabkan jumlah energi yang dikeluarkan pada permukaan kulit sebagai arus
bakar yang menyebabkan luka termal pada kulit tetapi kerusakan organ internal yang
minimal.
5. Frekuensi
Kematian tertinggi akibat trauma
listrik terjadi pada aliran 39-150 siklus per detik3 Berdasarkan hasil
penelitian Dalziel menyebutkan bahwa frekuensi 50 – 60 Hz merupakan arus let
go minimum. Arus AC dengan frekuensi 50 Hz, mampu :
1) Merangsang saraf sensoris ;
2) Merangsang saraf motoris;
3)Berefek kontraksi otot.
Frekuensi listrik di bawah 10 Hz
menyebabkan arus let go akan meningkat dan otot – otot akan terjadi
relaksasi sebagian, sedangkan di atas 100 Hz arus let go akan meningkat
juga, dan otot– otot mengalami strenght duration trade off serta
refrakter jaringan yang telah mengalami eksitasi.
6. Durasi atau waktu kontak
Nilai ambang fibrilasi semakin
menurun bila waktu semakin besar. Waktu lamanya seseorang kontak dengan benda
yang beraliran listrik menentukan kecepatan datangnya kematian. Semakin tinggi
arus listrik maka waktu kematian pun semakin cepat. Semakin lama terkena
listrik semakin banyak jaringan yang mengalami kerusakan.1
7. Jalur arus listrik
Jalur arus listrik menentukan
resiko jaringan, jenis luka yang terlihat dan derajat konversi energi listrik
ke panas. Jika arus listrik melalui jantung atau thorax maka dapat menyebabkan
disritmia jantung dan kerusakan miokardium secara langsung. Arus yang melalui
otak dapat menyebabkan
respiratory arrest, kejang dan paralisis. Arus yang melalui mata bisa menyebabkan katarak.
Arus yang melalui badan bisa menyebabkan kerusakan yang minimal jika hanya
melalui satu jari.11,20
Densitas arus listrik meningkat,
kecenderungan untuk mengalir melalui jaringan dengan resistensi rendah menjadi
lemah. Akhirnya, arus listrik akan mengalir melalui jaringan dengan tidak
teratur, seolah-olah tubuh merupakan konduktor, dengan potensi untuk
menghancurkan seluruh jaringan pada jalur arus listrik. Karena arus listrik
biasanya terpusat pada sumber dan
lantai titik kontak, derajat
kerusakan terbesar selalu diobservasi di sini. Akan tetapi, destruksi ekstensif
ke jaringan dalam mungkin ada antara lokasi luka tegangan tinggi dan dengan
permukaan dan selalu merupakan fenomena “puncak gunung es”. Kerusakan organ
internal bisa berupa titik-titik, dengan area jaringan normal bersebelahan
dengan jaringan terbakar dan kerusakan terhadap struktur pada tmpat jauh dari
titik kontak yang jelas.11,22
Mekanisme Kerusakan Kulit Akibat
Sengatan Listrik
Kerusakan kulit yang utama karena
sengatan listrik adalah luka bakar. Ada empat mekanisme yang menyebabkan
timbulnya luka bakar pada kulit akibat listrik yaitu 1) pemanasan electrothermal
(electrothermal burn) merupakan pola klasik akibat kontak langsung
dengan konduktor, luka bakar terlihat pada titik masuk dan titik keluar arus
listrik, 2) Lengkung elektrik adalah suatu percikan arus listrik yang timbul
diantara dua permukaan objek yang tidak bersentuhan memiliki beda potensial
yang sangat besar, biasanya pada sumber arus tegangan tinggi dengan ground.
Karena besarnya perbedaan potensial ini, dapat timbul panas sampai
temperatur 2500°C. Panas ini
dapat menimbulkan luka bakar yang sangat hebat pada titik kontak dengan kulit,
3) Nyala api karena percikan api yang dihasilkan oleh listrik mengenai pakaian,
dan 4) Arus listrk akibat Petir.22 Dari keempat mekanisme diatas dapat dilihat
bahwa penyebab kerusakan kulit adalah perubahan energi listrik menjadi panas. Energi
listrik ini berubah menjadi panas karena kulit mempunyai tahanan yang cukup
tinggi. Perubahan energi listrik menjadi energi panas ini menyebabkan luka
bakar (electrical burn) yang ditandai dengan kerusakan jaringan yang
berat dan nekrosis koagulasi. Lapisan kulit yang terkena panas akan mengalami
pemisahan lapisan epidermis dengan lapisan dermis yang akhirnya timbul luka
lepuh. Sel kulit yang terkena panas akan mengalami kerusakan. Parahnya
kerusakan tergantung pada besarnya energi panas. Jika energi panas kecil maka
sel kulit hanya mengalami kerusakan sel yang reversibel. Secara potensial
perubahan-perubahan sublethal ini yang dikenal sebagai perubahan degeneratif.
Dua gambaran perubahan seluler sublethal yang umum terlihat ialah perubahan
hidrofik dan perubahan lemak. Sedangkan bila energi panas denaturasi protein
termasuk protein enzim yang akhirnya sel mengalami nekrosis koagulatifa.23
Walaupun perubahan-perubahan lisis
yang terjadi dalam jaringan
nekrotik dapat melibatkan sitoplasma sel, intilah yang paling jelas menunjukkan
perubahan–perubahan kematian sel. Biasanya inti sel yang mati akan melisut,
batasnya tidak teratur, dan berwarna gelap dengan zat warna yang biasa
digunakan ahli patologi. Proses ini dinamakan piknosis, dan inti sel disebut piknotik.
Kemungkinan lain, inti dapat hancur, dan meninggalkan pecahan-pecahan zat
kromatin yang tersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Akhirnya,
pada beberapa keadaan, inti sel yang mati kehilangan kemampuan untuk diwarnai
dan menghilang begitu saja, proses ini disebut kariolisis.
Gambaran Makroskopis Kerusakan
Kulit
Kulit merupakan resistor primer
terhadap aliran arus listrik dalam tubuh. Resistensi kulit yang pertama adalah
stratum korneum yang berperan sebagai isolator arus 50 volt selama 6-7 detik
mengakibatkan timbulnya lepuh pada area yang resistensinya terganggu. Gambaran
makroskopis kerusakan kulit akibat sengatan listrik tergantung pada beberapa
hal antara lain :
1. Kelembaban dan luas permukaan
kulit yang kontak dengan konduktor
Kelembaban kulit berkaitan dengan
tahanan kulit seperti dijelaskan di atas. Semakin lembab kulit maka tahanannya
menjadi semakin kecil. Makin tinggi tahanan dapat menyebabkan jumlah energi
yang dikeluarkan pada permukaan kulit sebagai panas yang menyebabkan luka bakar
pada kulit tetapi kerusakan organ internal yang minimal. Tetapi kerusakan organ
internal akan lebih parah jika konduktor kontak langsung dengan kulit yang
lembab. Jadi gambaran luka bakar lebih jelas terlihat jika konduktor kontak
langsung pada kulit dalam keadaan kering (tahanan tinggi) daripada kulit dalam
keadaan lembab (tahanan rendah). Luas Permukaan berbanding lurus dengan tahanan
konduktor. Sehingga semakin luas ( tahanan tinggi ) daerah kulit yang kontak
langsung dengan konduktor kerusakan lebih ringan dari pada luas kontak yang
sempit. Di Maio mengatakan jika arus listrik masuk melalui area yang luas di
permukaan tubuh maka luka bakar yang khas dan bisa dibedakan satu sama lain
tidak akan kita temukan.
2. Ketebalan kulit
Bermacam – macam histomorfologi
alami kulit dengan perbedaan ketebalan lapisan tanduk (stratum korneum) pada
lapisan epidermis dan kandungan fibroblas (pembentuk serabut kolagen) pada
lapisan dermis mempengaruhi gambaran kerusakan kulit. Gambaran kerusakan kulit
tampak jelas pada telapak tangan
dan telapak kaki karena mempunyai lapisan tanduk yang tebal dan kandungan
fibroblas yang tinggi.25 Selain itu ketebalan kulit juga berhubungan dengan
besar tahanan listrik, sedangkan tahanan listrik juga berpengaruh pada gambaran
kerusakan kulit.1,3,5
3. Tegangan konduktor listrik
Sengatan oleh benda bermuatan
listrik dapat menimbulkan luka bakar akibat berubahnya energi listrik menjadi
panas. Sesuai dengan hukum Ohm yang menyebutkan bahwa energi panas yang
dihasilkan dari listrik sama dengan I2R. Dengan demikian maka produksi panas
berbanding langsung dengan kuadrat intensitas listrik dan resistensi listrik.
Sehingga efek luka
bakar yang paling besar terjadi
pada bagian tubuh yang paling besar resistensinya ( kulit ). Selain itu yang
mempengaruhi berat ringanya luka adalah besarnya tegangan. Luka yang disebabkan
dari listrik bertegangan rendah ( <1000 agak="agak" akibat="akibat" area="area" atau="atau" bagian="bagian" berupa="berupa" daerah="daerah" dan="dan" dapat="dapat" darah="darah" dengan="dengan" di="di" disebut="disebut" eritema="eritema" hiperemis="hiperemis" i="i" inilah="inilah" juga="juga" kawah="kawah" menonjol="menonjol" pelebaran="pelebaran" pembuluh="pembuluh" pucat="pucat" reaksi="reaksi" sekitarnya="sekitarnya" seperti="seperti" tengahnya="tengahnya" tepi="tepi" terdapat="terdapat" v="v" yang="yang">electrical mark 1000>
demo-epidermal junction dan
terbentuk lepuh yang menonjol ke permukaan kulit. Bila lepuh menjadi dingin dan
kolaps maka terbentuk gambaran seperti cincin berwarna kelabu atau putih yang
tepinya meninggi dan tengahnya cekung. Di sekeliling lepuh dikelilingi oleh
daerah hiperemis, kemudian di sebelah luar dikelilingi oleh berturut-turut
daerah pucat akibat spasme arteriol dan daerah hiperemis lagi.
Listrik dengan tegangan tinggi (
>1000 V ) akan menyebabkan luka bakar yang lebih berat ( derajat 3 – 4 ).
Luka akibat tegangan listrik tinggi ini disebut exogenous burn dimana
selain arus listriknya juga karena energi panas yang dikandungnya, misalnya
pada listrik tegangan 330 Volt. Tubuh korban akan hangus terbakar, tak jarang
disertai dengan patah tulang.
Klasifikasi luka bakar menurut
forensik:
a) Derajat I : Eritema
Luka bakar hanya mengenai lapisan
epidermis, kulit hiperemik (eritema).
b) Derajat II : Vesikel atau
bulla
Partial thickness burn (luka
bakar parsial). Artinya luka bakar mengenai sebagian dari ketebalan kulit
(epidermis dan sebagian dermis).Terjadi reaksi eksudasi dengan terbentuknya
vesikel atau
bulla.
c) Derajat III : Nekrosis
koagulatif
Full thickness burn. Luka bakar
mengenai seluruh ketebalan kulit( epidermis dan dermis)
d) Derajat IV : Karbonisasi
Selain itu pada listrik tegangan
tinggi terjadi loncatan listrik hingga beberapa sentimeter yang dapat
menyebabkan spark lesion yang multipel sehingga terlihat seperti kulit
buaya yang disebut Crocodile skin effect. Spark lesion ( lesi
yang berbentuk luka api )merupakan gambaran nodu
berwarna kecoklatan yang keras.
Hal ini disebabkan karena proses pendinginan luka lepuh yang permukaanya
dilapisi keratin akibat loncatan listrik.
4. Lama Kontak dengan konduktor
listrik
Bila kontak dengan sumber listrik
dalam waktu cukup lama akan terjadi Joule burn atau endogenous burn,
sehingga daerah yang tadinya pucat pada electrical mark menjadi hitam
hangus terbakar.
Gambaran Mikroskopis Kerusakan Kulit
Gambaran pada kulit berupa
rongga-rongga pada lapisan epidermis, dan kadang pada dermis. Hal ini
disebabkan karena adanya ruang udara yang berasal dari pemisahan jaringan panas
dari sel-sel tersebut. Bagian terluar epidermis dapat terlepas. Pada beberapa
luka trauma listrik ditemukan vakola – vakuola kecil pada stratum
korneum.Vakuola berasal dari kelenjar keringat di tempat masuk dan keluarnya
arus listrik, sebagai akibat produksi uap panas berlebih yang
mengakibatkan pelebaran kelenjar
keringat tersebut, dikenal sebagai ”honeycomb atau Swiss cheese-like
apparance”.
Bohm (1967) dan Sellier (1975)
melaporkan bahwa pada bagian tengah epidermis yang kontak dengan konduktor
tampak kulit tertekan, tipis, membentuk saluran terputus-putus disertai
pengarangan dan robekan pada pinggir luka tersebut. Selain itu terkadang timbul
luka lepuh berisi cairan kaya protein dan leukosit. Pada tahun 1981 Thomsen
mengamati luka sengatan listrik dengan mikroskop elektron, tampak gambaran
perubahan partikel inti sel. Partikel inti sel berubah bentuk, berisi gumpalan
kromatin, homogen, dan bergranuler halus. Ditemukan pula perpanjangan inti sel
menjadi piknotik.
Semakin besar energi panas yang
dihasilkan oleh arus listrik maka semakin luas kerusakan pada epidermis yang
kontak dengan konduktor. Epidermis dapat terlepas dari ikatannya dengan dermis.
Sedangkan pada tepi luka, epidermis mengalami penebalan, homogen, dan tampak
vakuola-vakuola di dalamnya.
Gambaran ini tampak nyata jika
konduktor kontak dengan telapak tangan dan telapak kaki. Pada sel-sel basal
epidermis tepi luka ditemukan pemanjangan inti sel yang piknotik. Elongasi
tiap-tiap sel tersebut dapat tersusun spiral, loop, whorls, palisade
satu sama lain. Gambaran yang sama juga ditemukan pada organ-organ kulit
asesoris misalnya pada folikel rambut.25
Seharusnya perhatian perlu
ditujukan kepada distribusi nekrosis, pembengkakan dan perdarahan yang tidak
merata di dermis di bawah epidermis yang kontak dengan konduktor. Gambaran
nekrosis akan lebih jelas terlihat di sel basal epidermis kulit. Pemeriksaan
hendaknya juga dilakukan terhadap daerah-daerah yang berada di sekitar luka.
Gambaran mikroskopis sengatan
listrik pada kulit belum pernah ada yang meneliti tetapi diduga gambaran
kerusakan sel dengan paparan listrik yang cukup akan timbul karena sengatan
listrik dapat menghasilkan panas. Kerusakan yang timbul diperkirakan hampir
sama dengan kerusakan sel karena panas pada umumnya yaitu timbul denaturasi
protein yang akhirnya menimbulkan nekrosis sel. Hal ini dibuktikan oleh Lestari
(2008) yang menunjukan kerusakan sel otot pada sengatan listrik di air.Gambaran
kerusakan otot yang hampir sama dengan kerusakan akibat
panas.
ETIOLOGI (2,5,6)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, trauma listrik
terjadi saat seseorang menjadi bagian dari sebuah perputaran aliran listrik
atau bisa disebabkan pada saat berada dekat dengan sumber listrik. Klasifikasi
yang paling sering untuk membagi trauma karena listrik adalah karena petir,
aliran listrik tegangan rendah arus bolak balik (AC), aliran listrik tegangan
tinggi arus bolak balik (AC) dan arus searah.
1. Petir(2,5)
Petir yang diketahui secara umum adalah pelepasan energi
potensial atmosfir diantara awan dan awan. Sedangkan serangan petir (lightning
stroke) adalah pelepasan energi potensial antara awan dan benda bumi. Ledakan
petir dihasilkan jika permukaan bawah awan petir melepaskan muatannya menuju
tanah, karena permukaan bawah dari awan biasanya bermuatan negatif, maka muatan
listrik yang dilepaskan umumnya negatif. Sekitar 5 % dari sambaran petir adalah
muatan positif. Hal ini sering terjadi di daerah pegunungan. Jika orang
disambar langsung oleh petir, kematian tidak bisa dihindarkan yang disebabkan
karena luka bakar atau cedera yang pada pada pusat pernafasan di otak. Kuat
arus dalam hal ini mencapai bilangan kiloampere. Petir dapat menimbulkan
kejutan listrik dengan beberapa cara :
Efek langsung: apabila korban terkena petir secara langsung maka
korban tak dapat dielakkan meninggal.
Efek tidak langsung : apabila korban berada ditempat dimana aliran
listrik petir telah terpencar, korban dapat meninggal.
Faktor-faktor yg mempengaruhi gambaran serangan petir pada korban :
a). Efek langsung dari pelepasan energi listrik
Pada korban yang
terkena petir akan ditemukan tanda korban meninggal akibat listrik. Tegangan
dan intensitas yang tinggi sekali dapat menimbulkan panas mengakibatkan luka
bakar. Pada kulit korban didapatkan gambaran pohon gundul yang disebut
“arborescent marking” sebagai akibat vasodilatasi pembuluh darah perifer.
b). Efek mekanik
Terjadi oleh karena
dorongan udara yang terdesak sekitar cahaya petir akibat panas.
c). Efek kompresi
Perpindahan udara menyebabkan terjadinya suara ledakan.
Korban dapat terlempar, pakaian menjadi koyak dan kotor, mirip gelandangan.
Luka yang terjadi akibat persentuhan dengan benda tumpul seperti abrasio,
contusio, lacerasio dan avulsio, bahkan fraktur ekstremitas. Pada kepala dapat
terjadi fraktur tengkorak, epidural
bleeding, subdural bleeding,
contusio dan lacerasio otak.
Ciri-ciri yang ditemukan yang
terlihat setelah kematian:
• “ Fern patter” ( bentuk paku ).
Mungkin ini akan pudar secara cepat dalam beberapa jam dan harus dicari secara hati- hati pada bagian
badan yang terkena.
• “Arborecent mark“ artinya
menyerupai pohon, karena adanya peredaran vasodilatasi atau jejas jaringan oleh
hemoglobin dari sel darah merah yang
polanya ditentukan oleh aliran arus listriknya.
Salah satu lesi
yang dianggap sebagai tanda khas dari luka karena petir ialah luka “menjalar”
atau seperti gambaran pakis pada kulit. Lesi ini berupa daerah yang ditandai
eritema sementara yang muncul satu jam setelah tersambar petir, dan
berlangsung-angsur berkurang dalam 24 jam.
Ten Duiset al berpendapat bahwa lesi ini disebabkan muatan positif yang
menyebar di kulit mereka membuat hipotesa bahwa lesi terjadi jika seseorang
disambar petir yang bermuatan negatif. Lalu kemudian dihantam lagi oleh petir
yang bermuatan positif yang bersumber dari objek di sekitar tanah. Kemungkinan
lain menunjukkan titik/tempat masuk petir bermuatan positif. kekuatan ledakan
akan segera cepat meluas dalam bentuk memanasnya udara sehingga bisa merobek
pakaian. Benda-benda dari baja seperti anting-anting, kalung, dan kancing mungkin
bisa melebur, hal ini mengindikasikan bahwa suhu leburnya mencapai titik yang
lebih yang tinggi daripada titik lebur baja. Pada kasus lain benda-benda baja
seperti pisau dan lain-lain, yang berada dalam kantong bisa berubah bentuk dan
hal itu bisa menjadi kunci dari kejadian tersebut, dimana kadang-kadang tidak
ditemukan adanya saksi dari ditemukannya seseorang yang mati karena sengatan
kilat. (5)
2. Listrik tegangan Tinggi
AC
Pada kasus ini tegangan listrik lebih dari 600 volt.
Luka listrik karena tegangan tinggi sering terjadi pada saat terdapat objek
yang bersifat konduktif disentuh yang tersambung dengan sumber listrik bertegangan tinggi.
3. Listrik tegangan rendah
AC
Tegangan rendah adalah 600 volt atau kurang dari 600
volt. Secara umum, ada 2 tipe luka listrik tegangan rendah dengan arus
bolak-balik yang memungkinkan : Anak yang menggigit kawat listrik yang bisa
menyebabkan luka berat pada bibir, wajah, dan lidah, kemudian anak-anak atau
orang dewasa yang terjatuh saat menyentuh objek yang dialiri energi listrik.
4. Arus searah (DC)
Luka listrik karena arus searah biasanya terjadi saat
laki-laki usia muda secara tidak sengaja menyentuh rel kereta dari sebuah
kereta listrik yang sedang berjalan. Arus searah (DC) kurang berbahaya
dibanding arus bolak-balik (AC); arus dari 50-80 mA AC dapat mematikan dalam
hitungan detik, dimana 250 mA DC dalam waktu yang sama sering dapat selamat.
Arus bolak-balik adalah 4-6 kali menyebabkan kematian, sebagian karena efek
bertahan, yang merupakan hasill dari spasme otot tetanoid dan mencegah korban
lepas dari konduktor hidup.
PATOFISIOLOGI.(3,4,6)
Secara umum, energi listrik membutuhkan aliran energi
(elektron-elektron) dalam perjalanannya ke objek. Semua objek bisa bersifat
konduktor (menghantarkan listrik) atau resistor (menghambat arus listrik).
Kulit berperan sebagai penghambat arus listrik yang alami dari sebuah aliran
listrik. Kulit yang kering memiliki resistensi sebesar 40.000-100.000 ohm.
Kulit yang basah memiliki resistensi sekitar 1000 ohm, dan kulit yang tebal
kira-kira sebesar 2.000.000 ohm. Anak dengan kulit yang tipis dan kadar air
tinggi akan menurunkun resistensi, dibandingkan orang dewasa. Tahanan dari
alat-alat tubuh bagian dalam diperkirakan sekitar 500-1000 ohm, termasuk
tulang, tendon, dan lemak memproduksi tahanan dari arus listrik. Pembuluh
darah, sel saraf, membran mukosa, dan otot adalah penghantar listrik yang baik.
Dengan adanya luka listrik , pada sayatan melintang akan memperlihatkan
kerusakan jaringan. (3,4)
Elektron akan mengalir secara abnormal melewati tubuh
yang menyebabkan perlukaan ataupun kematian dengan cara depolarisasi otot dan
saraf, menginisiasi aliran listrik abnormal yang dapat menggangu irama jantung
dan otak, atau produksi energi listrik menyebabkan luka listrik dengan cara
pemanasan yang menyebabkan nekrosis dan membentuk porasi (membentuk lubang di
membran sel). (6)
Aliran sel yang melewati otak, baik tegangan tinggi atau
tegangan rendah, dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan secara langsung
menyebabkan depolarisasi sel-sel saraf otak. Arus bolak balik dapat menyebabkan
fibrilasi ventrikel jika aliran listrik melewati daerah dada. Hal ini dapat
terjadi saat aliran listrik mengalir dari tangan ke tangan, tangan ke kaki,
atau dari kepala ke tangan/kaki. (3)
MEKANISME TRAUMA(5)
Pada trauma listrik umumnya menyebabkan luka bakar. Luka
tumpul sekunder juga dapat terjadi jika korban terjatuh dari ketinggian setelah
tersengat arus listrik. Secara umum, luka bakar listrik dapat diklasifikasikan
menjadi 2 tipe yaitu:
a. Kontak langsung (direct contact)
Trauma tipe ini, jika terjadi pada tegangan yang tinggi
(Voltase di atas 1000 V) dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang parah,
nekrosis jaringan lunak dan tulang, kerusakan otot, dan gagal ginjal.
Lesi yang muncul pada tubuh berupa Lesi Kontak, terjadi
pada kulit yang kontak atau bersentuhan dengan konduktor arus listrik. Kulit
yang melepuh, biasanya pada ujung-ujung jemari atau telapak tangan.
Kadang-kadang daerah yang melepuh ini dipenuhi dengan cairan atau gas dan setelah
kematian, baik sebagian ataupun keseluruhan akan mengempis. Terdapat sedikit
atau tidak ada reaksi inflamasi dan gambarannya menyerupai lepuh post mortem.
Kesemua efek ini disebabkan karena pengaruh panas oleh arus listrik terhadap
keratin dengan sifat resisten tinggi.
b. Kontak tidak
langsung (indirect contact)
Contohnya seperti karena kilasan (flash), lidah/nyala
api (flame) dan bunga api listrik (arc).Trauma tipe ini hanya menyebabkan luka
bakar superfisial pada kulit, wajah, dan tangan. Kontak yang sebentar atau
sedikit akan menyebabkan percikan atau loncatan antara kabel dengan kulit.
Menyebabkan suatu lesi berupa nodul-nodul kecil diatasnya terdapat keratin yang
kaku dan berwarna kekuningan. Karena meleburnya lapisan paling luar dari
stratum korneum, yang kemudian mengeras. Sekitar lesi: kulit yang mengeras
karena kontraksi dari kapiler. Pada semua kasus kematian karena listrik
tegangan tinggi mendapat luka bakar di tubuhnya. Pada listrik tegangan rendah,
luka bakar umumnya terjadi pada titik masuk, titik keluar listrik atau pada
jarak tertentu antara keduanya jika arus memasuki areal yang luas dengan
hambatan minimal, mungkin tidak akan ditemukan luka bakar. Contoh terbaik dalam
hal ini ialah bunuh diri di bak mandi. Jika hanya terjadi kontak yang singkat
dengan kawat beratus, mungkin tidak terjadi suatu luka bakar. Orang dapat
pingsan karena fibriliasi ventrikel dan terlempar dari kabel. Jika kontak tetap
berlangsung, akan timbul luka bakar yang berat. Luka bakar disebabkan oleh
panas yang dihasilkan oleh listrik.
GAMBARAN KLINIS(3,4,6)
Banyaknya penyebab dari kasus luka listrik, sehingga
anamnesa yang menunjang sangat diperlukan baik riwayat penyakit sebelumnya
maupun hal-hal spesifik yang berhubungan dengan kejadian saat seseorang terkena
aliran listrik. Arah aliran listrik penting untuk mengetahui munculnya luka
listrik, arah vertikal dapat menjadi lebih berbahaya daripada arah horizontal. (3)
Ada 3 derajat dari beratnya luka bakar pada luka akibat listrik (3,6) :
1. Luka Bakar Derajat I
- Kerusakan terbatas pada
lapisan epidermis (superficial)
- Kulit kering, hiperemis
berupa eritem
- Tidak dijumpai bulla
- Nyeri karena ujung-ujung
saraf sensoris teriritasi
- Sembuh spontan dalam 5-10
hari
2. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi
epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi
- Dijumpai bulla
- Nyeri karena ujung-ujung
saraf sensorik teriritasi
- Dasar luka berwarna merah
atau pucat sering terletak lebih tinggi di atas kulit normal.
- Dibedakan menjadi dua :
a. Derajat dua A (Superficial)
- Kerusakan mengenai bagian
superficial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea masih
utuh.
- Penyembuhan secara spontan dalam 10-14 hari.
b. Derajat dua B (Deep)
- Kerusakan hampir seluruh
bagian dermis
- Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih
ada.
-
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung dari biji epitel yang
tersisa. (biasanya lebih satu bulan)
3. Luka Bakar Derajat III
- Kerusakan seluruh tebal
dermis dan lapisan yang lebih dalam.
- Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak.
- Tidak dijumpai bulla
-
Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat karena kering letaknya
lebih rendah dibanding kulit sekitar.
- Terjadi koagulasi protein
pada epidermis dan dermis.
Selain luka bakar, penemuan khas yang sering ditemukan akibat trauma
listrik sebagai berikut: (4)
1. Electric mark
Electric mark adalah kelainan yang dapat dijumpai pada tempat di mana arus
listrik masuk ke dalam tubuh, dengan tegangan listriknya rendah sampai sedang.
Electric mark berbentuk bundar atau oval, dengan bagian yang datar dan rendah
ditengah, yang dikelilingi oleh kulit yang menimbul. Bagian tengahnya tersebut
biasanya pucat dan kulit di luar electric mark akan menunjukkan pelebaran
pembuluh darah/hiperemis. Bentuk serta ukuran electric mark tergantung dari
bentuk dan ukuran dari benda yang berarus listrik yang mengenai tubuh.
2. Joule burn
Joule burn atau endogenous burn
dapat terjadi bilamana kontak antara tubuh dengan benda yang mengandung arus
listrik cukup lama, dengan demikian bagian tengah yang dangkal dan pucat pada
electric mark dapat menjadi hitam hangus terbakar.
3. Exogenous Burn
Luka akibat arus listrik yang disebut exogenous burn, dapat terjadi bila tubuh
manusia terkena benda yang berarus listrik dengan tegangan tinggi, yang memang
sudah mengandung panas; misalnya pada tegangan 330 volt. Tubuh korban akan
hangus terbakar dengan kerusakan yang sangat berat, yang tidak jarang disertai
dengan patahnya tulang-tulang.
Dengan demikian dapat dibedakan apakah luka bakar pada
korban yang terkena arus listrik itu termasuk joule burn atau luka bakar tersebut terjadi karen panas dari luar
seperti pada exogenous burn.
Gambar 1. (dikutip dari kepustakaan 6)
Lesi pada kaki akibat trauma listrik tegangan rendah (low voltage)
Gambar 2. (dikutip dari kepustakaan 6)
Electrical Burn pada tangan
Gambar 3. (dikutip dari kepustakaan 6)
Electrical burn pada tegangan 120 V arus listrik AC
GAMBARAN MAKROSKOPIS (1)
Gambaran makroskopis jejas listrik pada daerah kontak
berupa kerusakan lapisan tanduk kulit sebagia luka bakar dengan tepi yang
menonjol, di sekitarnya terdapat daerah yang pucat dikelilingi oleh kulit yang
hiperemi. Bentuknya sering sesuai dengan benda penyebabnya. Metalisasi dapat
juga ditemukan pada jejas listrik. Sesuai dengan mekanisme terjadinya, gambaran
serupa jejas listrik secara makroskopik juga bisa timbul akibat persentuhan
kulit dengan benda/logam panas (membara). Walaupun demikian keduanya dapat
dibedakan dengan pemeriksaan mikroskopis. Jejas listrik bukanlah tanda
intravital karena dapat juga ditimbulkan pada kulit mayat/pasca mati (namun
tanpa daerah hiperemi). Kematian dapat terjadi karena fibrilasi ventrikel,
kelumpuhan otot pernapasan dan kelumpuhan pusat pernapasan. (1)
GAMBARAN MIKROSKOPIS (4)
Untuk pemeriksaan mikroskopis pada luka akibat listrik,
perangai histologik dari luka bakar akibat listrik tidaklah spesifik; dan
keadan yang sama dapat ditimbulkan dengan meletakkan objek yang panas pada
kulit. Kulit didaerah tersebut dapat mengkerut epidermisnya, dan seringkali
disertai pembentukan vakuolisasi pada lapisan yang lebih dalam akibat panas dan
dapat tampak hangus. Metalisasi dapat terjadi dan partikel dari konduktor yang
menempel pada tubuh korban dapat masuk ke dalam kulit, hal ini dapat
diindetifisir dengan pewarnaan khusus. Pasertti dan Viterbo (1965) menunjukkan
adanya perubahan pada otot skelet tikus yang dialiri listrik. Perubahan
tersebut tidak terbatas pada otot akan tetapi sampai nukleus, yang hanya tampak
dengan mirkoskop elektron. (4)
PENYEBAB KEMATIAN KARENA
LISTRIK(4,5,7)
Arus listrik dapat menyebabkan kematian melalui tiga mekanisme
pokok: (4)
1. Fibrilasi ventrikel dan
gagal jantung (cardiact arrest)
Fibrilasi Ventrikel adalah irama yang sangat kacau.
Bentuk dan ukuran gelombangnya sangat bervariasi, dan tidak terlihat
gelombangP, QRS maupun T. Tidak ada depolarisasi ventrikel yang terorganisasi
sehingga ventrikel tidak mampu berkontraksi sebagai suatu kesatuan.
Kenyataanya, ventrikel kelihatan seperti bergetar tanpa menghasilkan curah
jantung. Fibrilasi ventrikel merupakan penyebab henti jantung yang paling sering
dan biasanya disebabkan oleh iskemia akut atau infark miokard. Bentuknya ada
yang kasar (coarse) dan halus (fine) tergantung besarnya amplitude gelombang
fibrilasi. Pengobatan adalah dengan kardioversi (DC Shock). Mula-mula diberikan
200 joules. Fibrilasi yang kasar biasanya baru terjadi dan responsif terhadap
kardioversi. Pada fibrilasi ventrikel yang halus perlu diberikan obat-obat
(adrenalin) sebelum dilakukan kardioversi. Selama tidak ada irama jantung yang
efektif (pulsasi di pembuluh nadi besar tidak teraba) terus menerus dilakukan
resusitasi jantung paru, sambil mengulangi kardioversi dengan dosis listrik
yang lebih besar (360-400 joules). Juga diberikan lidokain bolus intravena 1
mg/kgBB dan diikuti rumat 2-4 mg/kgBB/menit. (7)
Fibrilasi ventrikel akan timbul akibat trauma listrik
pada arus antara 75-100 MA. Arus listrik yang sangat tinggi (2A atau lebih)
tidak menyebabkan fibrilasi ventrikel, tetapi cenderung henti ventrikel. Ketika
arus listrik memasuki tubuh manusia, arus akan mengalir dari titik kontak
menuju permukaan tanah, mengikuti jalur terpendek. Hampir selalu jalurnya dari
tangan menuju kaki. Lama arus mengalir dalam tubuh menentukan kematian,
tergantung dari mekanisme kematian dan kuat arus. Kuat arus yang sangat lemah
kematian disebabkan oleh paralysis otot-otot pernapasan dengan asfiksia
sekunder. Pada listrik rumah tangga, dimana kematian terjadi karena fibrilasi
ventrikel, lama kontak sangat penting dalam menimbulkan fibriliasi yang
terbilang dalam hitungan detik atau sepersepuluh detik, tergantung pada kuat
arus. Hal ini tentu saja ditentukan oleh hambatan listrik. Contohnya pada
tegangan 110 V, dianggap hambatan 1000 Ω, arus yang masuk ke tubuh 110 MA. Pada
kasus ini kontak selama 5 detik akan menghasilkan fibrilasi ventrikel. Jika
titik kontak listrik adalah kulit yang lembab dan tipis, hambatannya mungkin
hanya 100 Ω. Dalam hal ini harus yang memasuki tubuh sebesar 1100 MA dan
fibrilasi ventrikel dapat terjadi dalam 0,1 detik. Pada tegangan tinggi henti
jantung dapat terjadi seketika. Pada tegangan tinggi, dapat terjadi luka panas
listrik yang berat/ireversibel. Ketika jantung mulai kembali berdenyut setelah
berhenti, pernafasan mungkin belum kembali karena paralysis pusat pernafasan.
Hal ini kemungkinan karena kelumpuhan pusat pernapasan pada batang otak karena
efek panas yang berlebihan (hipertemik) dari arus listrik. Efektif hipertemik
listrik tegangan tinggi dapat dilihat pada hukuman mati dengan listrik dimana
luka bakar derajat tiga timbul pada tempat kontak elektroda dan kulit, seperti
halnya pengamatan Werner bahwa setelah eksekusi, suhu otak dapat mencapai 63°C.
(5)
Keadan post mortem: tubuh yang pucat tanpa gambaran kongestif pada
kulit atau organ. (5)
2. Paralisis Pernapasan (Respiratory
Paralysis)
Hal ini dapat terjadi bila aliran arus listrik di atas
“let go” thres hold, akan tetapi tetap di bawah kebutuhan yang dapat
menimbulkan fibrilasi ventrikel. Pada eksperimen kematian korban yang murni
karena asfiksia oleh adanya spasme otot. Jantung akan tetap berdenyut sampai
terjadi kematian. Mekanisme tersebut agaknya berkaitan dengan asfiksia
traumatic, dan menimbulkan sianosis yang hebat, petechial hemorrages sedikit
tidak terlampau diffusa tau prominen, akan tetapi masih dapat dilihat pada
konjungtiva, palpebrae dan muka. (4)
Organ yang kongestif, juga pada kulit dan wajah, petechi pada pleura
dan perikardium. Juga dapat kegagalan pernapasan sentral: paralisis batang
otak karena jalur arus listrik melalui
kepala. Keadan ini terlihat jika kepala
kontak dengan kabel listrik pada saat kecelakaan. (5)
3. Paralisis Pusat
Pernapasan
Paralisis atau kelumpuhan pada pusat pernapasan dapat
terjadi bila arus listrik melewati otak, dan paralisis ini akan menetap setelah
arus listrik tersebut melemah atau hilang. Jantung akan tetap berdenyut,
sedangkan pernapasan artifisial yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama
(sampai beberapa jam), dapat menolong jiwa korban. Bentuk yang berlawanan dalam
akibat yang ditimbulkan bila seseorang terkena arus listrik yang melintas kepala,
dapat dilihat pada para penderita penyakit
jiwa yang untuk mengatasi keluhan sering dilakukan “electro convulsive therapy”, dimana si penderita akan tetap hidup.
(4)
Arus bolak balik lebih berbahaya daripada arus searah.
Selain itu tubuh manusia 4-6 kali lebih peka terhadap arus bolak-balik
dibanding arus searah. Arus bolak-balik dengan frekuensi 39-150 putaran
perdetik adalah yang paling mematikan, karena berhubungan dengan frekuensi
fibrilasi otot jantung. Ketika sebuah tangan memegang sebuah konduktor hidup,
maka efek pegangan pada aliran arus
listrik menyebabkan otot tangan menjadi kejang, kemudian tangan terus
menggenggam konduktor tersebut sehingga tidak bisa dilepaskan. Arus listrik
berjalan terus menerus dalam satu jangka waktu tertentu meskipun dalam arus
yang rendah berakibat fatal. Frekuansi 50 putaran / detik sangat beresiko
tinggi sedangkan 6 – 10 mA cukup untuk
menimbulkan efek gangguan ( tangan
melekat pada benda yang dialiri arus listrik ). (5)
PEMERIKSAAN KORBAN (2)
1. Pemeriksaan di Tempat
Kejadian Perkara (TKP)
Pada pemeriksaan korban di TKP. Langka pertama kali
adalah mematikan aliran listrik atau menjauhkan kawat listrik dari dengan kayu
kering. Pastikan korban apakah masih hidup atau sudah meninggal. Bila lebam
mayat (-), maka mungkin mati suri dan perlu pertolongan segera sampai timbul
tanda kematian pasti.
2. Pemeriksaan Jenazah
Terbagi 3 yaitu:
a. Pemeriksaan Luar
• Penting sekali karena justru kelainan yang menyolok adalah pada
kulit korban.
• Cari tanda-tanda listrik atau current
mark (electric mark = stroomerk van
jellinek = joule burn). Current mark
adalah tanda untuk luka akibat listrik dan merupakan tempat masuknya aliran
listrik.
Gambaran current mark :
– Bentuk oval
– berwarna kuning atau coklat keputihan atau coklat kehitaman atau
abu-abu kekuningan
– dikelilingi daerah kemerahan dan edema sehingga menonjol dari
jaringan sekitarnya.
Cara mencari current mark
pada tubuh korban terutama adalah pada telapak tangan dan telapak kaki dan
sebelumnya harus dicuci terlebih dahulu dengan sabun dan bila perlu disikat.
Dapat terjadi metalisasi pada kulit yang bersentuhan dengan kabel atau kawat
yang berarus listrik. Metalisasi terjadi akibat panas yang ditimbulkan
sedemikian besar sehingga ion-ion asam jaringan bereaksi dengan ion-ion logam
dari kawat atau kabel membentuk garam dan menyebar di jaringan.
Derajat current mark :
- Tanda listrik yg terkecil sebesar kepala jarum dengan warna
kemerahan
- Tanda lain berupa gelembung berisi cairan
- Tanda yang lebih berat yaitu kulit
menjadi hangus arang, rambut terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan
butir kapur
- Panas tinggi sehingga kawat listrik
menguap dan mengkondensir dijaringan tubuh = electric metalisasi.
b. Pemeriksaan Dalam
Biasanya tidak ditemukan kelainan yang khas. Pada otak
dapat terjadi perdarahan kecil-kecil, terutama daerah ventrikel III dan IV.
Pada pemeriksaan jantung, terjadi fibrilasi bila dilalui aliran listrik dan
berhenti pada fase diastole, sehingga terjadi dilatasi jantung kanan. Pada paru
didapatkan edema dan kongesti. Pada pemeriksaan organ viscera terjadi kongesti
yang merata. Peteki / perdarahan mukosa Traktus Gastrointestinal ditemukan pada
1 dari 100 kasus fatal akibat listrik. Pada hati didapat lesi yang tidak khas.
Pada tulang, karena tulang mempunyai tahanan listrik yang besar, maka bila ada
aliran listrik akan terjadi panas sehingga tulang menjadi leleh dan
terbentuklah butiran-butiran calcium
phosphat yang menyerupai mutiara atau
pearl like bodies.
c. Pemeriksaan Tambahan
pemeriksaan PA pada current
mark :
• Ada bagian sel yang memipih, pengecatan dengan metoxy lineosin
akan berwarna lebih
gelap dari yang normal.
• Sel-sel stratum corneum menggelembung dan vacuum
• Sel dan intinya dari stratum basalis menjadi lonjong dan tersusun
secara palisade
• Ada sel yg mengalami karbonisasi dan ada pula bagian sel-sel yang
rusak dari stratum
Corneum
PEMBAHASAN
1.Tanatologi
Pada pemeriksaan luar, didapatkan kaku mayat (rigor mortis) pada seluruh badan, dan sukar dilawan. Rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekkan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan/relaksasi primer. hal tersebut disebabkan oleh karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat dalam serabut-serabut otot. Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot, baik otot lurik maupun otot polos. Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post-mortal dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam post-mortal, keadan ini akan menetap selama 24 jam; dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai. Di dalam pembentukan kaku mayat, peranan ATP adalah sangat penting. Serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan miosin, yang bersama-sama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur dan dapat berkontraksi. Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi perubahan pada aktomisin, dimana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat berkontraksi. Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-beda, sehingga sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi tersebut digunakan untuk resintesa ATP, akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai tampak pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. (4)
Pada pemeriksaan luar juga didapatkan lebam mayat (livor mortis) pada muka, leher, punggung, tidak hilang pada penekanan. Livor mortis (post mortem hypostasis, suggillation), terjadi sebagai akibat pengumpulan darah dalam pembuluh-pembuluh darah kecil, kapiler dan venule, pada bagian tubuh yang rendah karena daya gravitasi. Lebam mayat akan tampak sebagai daerah pada kulit yang berwarna merah-ungu (livide); dan dengan berlangsungnya waktu lebam mayat akan tampak semakin meluas. Lebam mayat akan mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian somatis dan intensitas maksimal akan dicapai dalam waktu 8-12 jam post mortal. Dengan demikian penekanan pada daerah lebam mayat yang dilakukan setelah 8-12 jam tersebut lebam mayat tidak akan menghilang. Tidak hilangnya lebam mayat pada saat itu dikarenakan telah terjadi perembesan darah akibat rusaknya pembuluh darah ke dalam jaringan di sekitar pembuluh darah tersebut. (4)
Selain kaku dan lebam, pada pemeriksaan luar juga didapatkan sudah mulai ada tanda-tanda pembusukan didaerah perut bagian bawah. Pembusukan (decomposition, putrefaction) adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadan streril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk tumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk. (1)
Pada pemeriksaan dalam juga ditemukan usus dua belas jari, usus halus, dan usus besar berisi gas pembusukan. Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Itulah sebabnya pada pemeriksaan luar hidung dan mulut ditemukan keluar darah warna coklat dari lubang hidung kanan dan keluar cairan darah warna coklat dari mulut. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan didalam rongga sendi. (1)
Selain perubahan pada mayat tersebut diatas. Perubahan lain yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati bisa juga dengan perubahan pada mata. Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan merupakan tanda kematian tidak pasti. Pada pemeriksaan luar mayat, ditemukan kelopak mata kanan dan kiri tertutup, bola mata tidak menonjol, selaput bening mata (kornea) keruh, selaput putih (sclera) kemerahan, selaput lendir mata (konjungtiva) tidak ada perdarahan. Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. (1)
Berdasarkan ilmu thanatologi, dapat disimpulkan bahwa perkiraan kematian telah terjadi antara 24-36 jam karena didapatkannya kaku mayat seluruh tubuh dan sukar dilawan, dan lebam mayat pada muka, leher, punggung, tidak hilang pada penekanan. Serta telah didapatkan tanda-tanda pembusukan pada perut.
2. Mekanisme Trauma
Pada pemeriksaan luar didapatkan luka-luka pada kulit yaitu pada kulit leher terdapat luka memar, sebesar kepala jarum pentul pada bahu kiri 2 cm dari pangkal leher. Pada kulit pinggang terdapat luka memar ukuran 2x2 cm pada pinggang sebelah kiri warna ungu kehitaman, lokasi 17 cm di sebelah kiri bawah pusat. Selain itu pada pemeriksaan dalam, kulit kepala dalam terdapat hematoma pada bagian depan kanan ukuran 3x2,5 cm, bagian belakang kiri 3,5x4 cm, dan bagian belakang kanan berukuran 4x4 cm. Pada trauma listrik umumnya menyebabkan luka bakar akan tetapi luka tumpul sekunder juga dapat terjadi jika korban terjatuh dari ketinggian setelah tersengat arus listrik. Luka akibat kekerasan beda tumpul dapat berupa memar (kontusio, hematom), luka lecet (ekskoriasi, abrasi), dan luka terbuka/robek (vulnus laseratum). Pada mayat tersebut ditemukan luka memar pada bahu kanan dan kulit pinggang. Luka memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya apiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar kadang memberi petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya. Letak, bentuk dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah, penyakit (hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diatesis hemoragik). Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah 4-5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7 sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15 hari. Perubahan warna tersebut berlangsung mulai dari tepi dan waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. (3)
Pada pemeriksaan luar kulit ekstremitas tampak luka listrik pada jari ketiga, keempat, dan kelima tangan kiri, ketiganya pada ruas jari tengah (kulit terkelupas warna putih, terdapat bintik hitam di tengah luka dan sekitar luka membengkak). Ukuran luka pada jari ketiga 0,5x0,5 cm, jari keempat 1x0,5 cm, dan jari kelima 0,5x0,5 cm. Luka listrik pada jari ketiga, keempat, dan kelima tangan kiri merupakan tanda-tanda listrik atau current mark (electric mark = stroomerk van jellinek = joule burn). Current mark adalah tanda untuk luka akibat listrik dan merupakan tempat masuknya aliran listrik. Gambaran current mark yaitu bentuk oval, berwarna kuning atau coklat keputihan atau coklat kehitaman atau abu-abu kekuningan dan dikelilingi daerah kemerahan dan edema sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya.(2)
Pada pemeriksaan dalam, didapatkan pemeriksaan jantung ukuran 15x11x5cm warna merah kecoklatan, bentuk bilik tidak ada kelainan, tebal otot bilik kiri (ventrikel kiri) 3,5 cm, bilik kanan (ventrikel kanan) 2 cm. Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa adalah sebagai berikut: ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan mayat, berat sebesar 300 gram, ukuran lingkaran katup atrium ventrikel kanan sekitar 11 cm, yang kiri sekitar 9,5 cm, lingkaran katup pulmonal sekitar 7 cm dan aorta sekitar 6,5 cm. Tebal otot ventrikel dextra 3-5 mm sedangkan yang sinistra sekitar 14 mm.(3)
Pada mayat tersebut, terjadi penebalan (hipertrofi) otot-otot pada ventrikel kiri dan kanan. Hipertrofi miokard terjadi sebagai mekanisme kompensasi jantung agar darah bisa mengalir ke organ-organ vital seperti otak. Hipertrofi miokard merupakan salah satu kapasitas jantung yang paling luar biasa dan penting untuk beradaptasi (menyesuaikan ) baik secara akut maupun kronik untuk mengubah beban hemodinamik. Penyesuaian akut diperantarai oleh dua mekanisme yaitu: (1). Perubahan jumlah jembatan yang bersiklus antara miofilamen aktin dan miosin, yang kemudian tergantung pada panjang sarkomer miokard (penyesuaian ini cepat, pada tingkat molekuler, hukum Starling pada jantung), dan (2). Perubahan pada kontraktilitas yang diperantarai oleh neurotransmitter adrenergik norepinefrin melalui reseptor adrenergik. Derajat aktivasi reseptor ini akhirnya mengatur konsentrasi ion kalsium dekat protein kontraktil dan dengan demikian kontraktilitas miokard. (8)
Pada pemeriksaan mikroskopis jantung ditemukan pada ventrikel kiri dan kanan tampak gambaran sel-sel otot jantung yang patah-patah (reksis).(8) Reksis merupakan salah satu tanda yang ditemukan pada fibrilasi ventrikel karena irama jantung yang sangat kacau sehingga otot-otot jantung reksis. Fibrilasi ventrikel merupakan salah satu bentuk disritmia. Disritmia atau gangguan irama jantung yang merupakan jenis komplikasi tersering pada infark miokardium, dengan denyut premature ventrikel terjadi pada hampir semua pasien dan terjadi denyut kompleks pada sebagian besar pasien. Disritmia terjadi akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi, yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Misalnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan depolarisasi spontan sehingga meningkatkan kecepatan denyut jantung. Secara klinis, diagnosis disritmia berdasarkan interpretasi hasil EKG. (9)
Kematian sebagai akibat penyakit jantung biasanya disebabkan karena gangguan irama jantung atau kelemahan pemompaan progresif. Sering yang satu menyebabkan penyakit jantung yang lain. Semua penyakit jantung dalam bahasan ini dapat disertai berbagai macam aritmia seperti fibrilasi atrium, ekstrasistole atau takikardi dan fibrilasi ventrikel yang mengancam kelangsungan hidup penderita. Gangguan irama jantung terjadi bila jalur konduksi normal dihambat oleh nekrosis, radang, dan fibrosis, maupun bila kesalahan metabolisme lokal menimbulkan fokus iritasi listrik. Meskipun aritmia terjadi secara dramatic, sukar untuk diidentifikasi lesi patologi yang khas. Selain itu, penyakit jantung utama, bila dalam keadaan parah, dapat berpengaruh pada kapasistas fungsi pemompaan. Melalui lintasan apa pun, sindrom klinik yang dikenal sebagai kegagalan jantung kongestif (CHF), dapat menimbulkan dan mendominasi gambaran klinik. Perubahan morfologi utama, demikian pula tanda dan gejala yang menandai CHF dinyatakan oleh dampak sekunder gagal sirkulasi pada berbagai alat tubuh. Secara makroskopi jantung hanya menunjukkan hipertrofi dan dilatasi saja, seiring perubahan penyakit yang melatarbelakanginya. Pada paru, oleh karena bendungan darah dalam sirkulasi paru, tekanan dalam vena pulmonalis meningkat yang diteruskan mencapai kapiler. Segera disusul edema sebagai akibat peningkatan tekanan hidrostatik, dilatasi kapiler septa dan pelebaran batas antar endotel. Paru yang khususnya dapat mudah terjadi edema karena susunan jaringannya longgar menyebabkan tidak ada tekanan jaringan yang melawan pembebasan cairan(10). Hal tersebut bisa menjelaskan kenapa pada pemeriksaan dalam didapatkan paru-paru kiri dengan ukuran 21x3x6,5 cm, pada mikroskopisnya didapatkan diantara alveoli-alveoli tampak pembuluh darah melebar dan berisi eritrosit, alveoli juga tampak melebar, dan terdapat bintik antrakosis. Begitu juga pada paru-paru kanan yang berukuran 22x15x6,5cm, mikroskopisnya sama seperti paru-paru kiri.
Pada pemeriksaan luar ekstremitas, kuku-kuku pada kaki dan tangan biru (sianosis). Kemungkinan ada hubungannya dengan Paralisis Pernapasan (Respiratory Paralysis). Hal ini dapat terjadi bila aliran arus listrik di atas “let go” thres hold, akan tetapi tetap di bawah kebutuhan yang dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel. Pada eksperimen kematian korban yang murni karena asfiksia oleh adanya spasme otot. Jantung akan tetap berdenyut sampai terjadi kematian. Mekanisme tersebut agaknya berkaitan dengan asfiksia traumatik, dan menimbulkan sianosis yang hebat, petechial hemorrages, akan tetapi masih dapat dilihat pada konjungtiva, palpebrae dan muka. (4)
Pada pemeriksaan organ visera seperti hati, limpa, dan ginjal, hampir semuanya berisi eritrosit. Terlihat pada pemeriksaan mikroskopisnya. Hal tersebut terjadi karena adanya gangguan sirkulasi dari jantung sehingga organ viscera terjadi kongesti yang merata. Petechie / perdarahan mukosa Tractus GI ditemukan pada 1 dari 100 kasus fatal akibat listrik. (4)
Pada pemeriksaan dalam, selaput otak keras (duramater) terdapat bercak-bercak perdarahan, dan bekuan darah di subdural. Juga pada pemeriksaan mikroskopis otak, diantara sel-sel otak besar tampak perdarahan-perdarahan. Hal ini terjadi karena gangguan sirkulasi sehingga pada otak dapat terjadi perdarahan kecil-kecil, terutama daerah ventrikel III dan IV. (2)
Terdapatnya bekuan darah dan bercak-bercak darah pada selaput otak keras (duramater) bermakna jika telah terjadi trauma tumpul pada daerah tersebut. Subdural Bleeding merupakan perdarahan yang lokalisasinya antara duramater dengan arachnoid dan biasanya disertai pula dengan perdarahan subarachnoid. Perdarahan ini dapat terjadi oleh karena robeknya sinus, arteri basilaris atau berasal dari perdarahan subarachnoid. Perdarahan subdural dapat pula disebabkan oleh penyakit pachymeningitis haemorrhagica interna, perdarahan ini merupakan perdarahan kronik sehingga terdapat darah beku yang berlapis-lapis, darah beku pertama adalah yang melekat pada bagian selaput otak tebal.(1)
Jadi dapat disimpulkan penyebab kematian pada mayat tersebut karena kegagalan pernafasan yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang disebabkan oleh kegagalan fungsi jantung yang disebabkan karena gangguan irama jantung (fibrilasi ventrikel) yang diakibatkan adanya aliran listrik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S,dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1997. H: 25 – 54.
2. Hoediyanto, H. Trauma Listrik, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Airlangga, Surabaya. [online]. 2012. [cited 3 september 2012]. Available from : http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/Tr.%20Listrik.pdf
3. Mansjoer, Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 2000; H: 370-1
4. Idries,Abdul M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Jakarta. Binarupa Aksara. 1997. H: 108 – 117
5. Arsyadi, gunawan. Luka Bakar dan luka listrik. Bahan Kuliah Forensik. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 2008.
6. Cushing, Tracy A. [online]. 2010. [cited 28 October 2010]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/770179-overview
7. Rilantono, Ismudiati E, dkk. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 2004. H:275-288
8. Isselbacher, Braunwald, Wilson. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. ECG. 2000. H.1065-1118
9. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta. ECG. 2006. 630-654
10. Robbins dan Kumar. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Jakarta: EGC. 1995. H:29-33
Impotensi adalah penyakit disfungsi seksual yang dialami oleh laki-laki. Impotensi atau disfungsi ereksi menyebabkan seseorang tidak mampu berereksi maupun mempertahankan ereksi kemaluannya, sehingga kegiatan seksual terhambat. Pada umumnya, kaum laki-laki yang telah berusia lanjut diketahui bisa sering mengalami gangguan tersebut, namun perlu diingat bahwa tidak semua laki-laki yang telah berumur akan mengalami hambatan seksual itu. Sehingga apabila gangguan tersebut terjadi pada diri seseorang, apalagi apabila usianya masih di bawah 50 tahun, maka sebaiknya orang tersebut tidak memakluminya dan segera memeriksakan diri ke dokter yang memiliki kapasitas untuk menangani permasalahan tersebut. Biasanya seorang pria akan mulai mengalami gangguan tersebut pada usia 65 tahun atau 75 tahun.
ReplyDeleteSebab-Sebab Impotensi Terjadi
Ada beberapa sebab yang bisa membuat seseorang mengalami disfungsi ereksi. Penyebab-penyebab impotensi bisa kita kategorikan menjadi beberapa faktor, yaitu akibat faktor kelainan, akibat faktor kerusakan syaraf, maupun akibat faktor psikis. Faktor kelainan yang bisa menyebabkan masalah impotensi diantaranya yaitu kelainan persyarafan, kelainan penis, kelainan pembuluh darah, dan lain-lain. Selanjutnya faktor kerusakan yang dapat menyebabkan disfungsi ereksi diantaranya adalah karena cidera, serangan penyakit, mengkonsumsi obat-obatan tertentu, mengkonsumsi alkohol berlebih, merokok, dan lain-lain. Lalu faktor psikis yang dapat menyebabkan seorang pria mengalami impotensi diantaranya yaitu kekhawatiran atau perasaan takut yang berlebihan terhadap keintiman, kecemasan yang berlebihan, depresi, bimbang akan jati diri dan jenis kelaminnya, dan lain-lain.
Sumber: https://pulauherbal.com/jurnal/298-faktor-penyebab-dan-cara-menghindari-impotensi.html
Andrologi | Mengatasi ejakulasi dini
Infeksi saluran kemih | Gangguan fungsi seksual
Klik chat | Free chat