BASALIOMA
I.
PENDAHULUAN
Pembagian kanker
kulit berupa kelompok melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma
dibedakan atas karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma
adneksa kulit. Karsinoma sel basal adalah neoplasma maligna dari nonkeratizing cell yang terletak pada
lapisan basal epidermis dan merupakan karsinoma kulit non melanoma terbanyak
dan paling sering ditemukan. Kelompok heterogen dari tumor ganas kutaneus
derajat ringan yang ditandai dengan diferensiasi yang berhubungan dengan
perkembangan folikel rambut, agresif namun biasanya hampir tidak pernah
bermetastasis. Ukuran tumor bervaiasi dari yang berdiameter beberapa millimeter
hingga beberapa sentimeter. Karsinoma sel basal juga memiliki nama lain, yaitu
basalioma, rodent ulcer, Jacob’s ulcer,
rodent carcinoma, dan epithelioma basocellulare. Kanker ini biasanya tidak
bermetastasis, berkembang lambat, invasif, dan mengadakan detruksi lokal. 1,2,3
Karsinoma sel
basal terjadi pada 80% dari jumlah kasus kanker kulit. Umumnya terdapat di
daerah wajah. Paparan sinar matahari merupakan faktor utama dan sering terjadi
pada orang berkulit putih yang tinggal di kawasan garis khatulistiwa. Tumor ini
juga berkembang disebabkan oleh jaringan parut yang dihasilkan oleh sinar
x-ray, vaksinasi atau trauma. Fotosensitif, tar dan minyak sebagai kokarsinogen
dengan radiasi ultraviolet. Tumor ini berasal dari sel lapisan basal atau dari
lapisan luar sel folikel rambut, pada permulaan berbentuk nodulus kecil pada
kulit yang sklerotik. Kelainan ini secara lambat meluas dan cenderung bertukak.
Pinggirnya mirip bekas gigitan tikus karena itu diberi nama ulkus rodent. 4,5
Patogenesis
karsinoma sel basal yang telah banyak diketahui adalah peran paparan sinar
ultraviolet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi pada gen
supresor. Disamping itu telah banyak dipelajari adanya peran faktor keturunan
pada patogenesis karsinoma sel basal. Dipelajari pula peran immunosupresor
dalam patogenesis karsinoma sel basal namun mekanisme pastinya belum diketahui.
4,5
Diagnosis
karsinoma sel basal ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan gambaran klasik yang dikenal
sebagai “ulkus rodent”. Pemeriksaan penunjang terdiri atas foto polos di daerah
lesi untuk melihat infiltrasi dan biopsi insisi untuk menentukan diagnosis
histopatologis. 4,5,6
Terapi berupa
eksisi pada jaringan kulit sehat disekitarnya, lalu dilakukan pemeriksaan
sediaan beku untuk memastikan bahwa tepi luka eksisi sudah bebas tumor. Radiasi
sedapat mungkin dihindari mengingat dampak negatif sinar ionisasi. Terapi dapat
juga dilakukan dengan pembedahan beku. 7
II.
EPIDEMIOLOGI
Secara predominan tumor ini
terjadi pada individu yang berkulit cerah dan cenderung sensitif dengan sinar
matahari. Rata-rata usia yang beresiko terkena
karsinoma sel basal kurang lebih 60 tahun dan jarang sebelum usia 40 tahun,
namun karsinoma sel basal juga dapat terjadi pada anak remaja. Perbandingan
antara laki-laki dan perempuan adalah dua kali lipat. Insidens yang lebih
tinggi pada laki-laki ini mungkin disebabkan oleh faktor perbedaan pada paparan
sinar matahari yang disebabkan oleh pekerjaan, namun perbedaan ini semakin
tidak terlalu bermakna seiring dengan perubahan gaya hidup. Karsinoma sel basal
umumnya ditemukan pada orang berkulit putih, jarang pada orang berkulit hitam.5,8
Sepertiga kasus
karsinoma sel basal bermanifestasi dalam bentuk nodul yang mengalami ulserasi
pada kepala dan leher. Insidens karsinoma sel basal berhubungan langsung dengan
usia penderita dan berhubungan terbalik dengan jumlah pigmen melanin pada
epidermis. Dari aspek mortalitas dan morbiditas, walaupun merupakan suatu
neoplasma maligna karsinoma sel basal jarang bermetastasis. Insidens terjadinya
metastasis karsinoma sel basal kurang dari 0,1%.5,8
III.
ETIOLOGI
DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa banyak terjadi mutasi pada gen p53 pada karsinoma sel
basal. Paparan sinar ultraviolet dilaporkan berperan penting dalam patogenesis
mutasi ini. Etiologi dan faktor predisposisi lain dari karsinoma sel basal
dapat dikelompokkan kepada dua kelompok yaitu faktor lingkungan dan faktor
genetik. 2,9
III.1. Faktor Lingkungan
1) Radiasi
ultraviolet adalah penyebab karsinoma sel basal yang paling penting dan paling
sering. Radiasi ultraviolet gelombang pendek, ultraviolet B, 290-320 nm, yang
menyebabkan sunburn, lebih sering menyebabkan basalioma dibandingkan
ultraviolet gelombang panjang, ultraviolet B, 320-400 nm.
2) Radiasi
lain yaitu sinar X dan sinar grenz juga berhubungan dengan terjadinya karsinoma
sel basal.
3) Paparan
arsen lewat obat-obatan, pekerjaan, atau diet. Kontaminasi air sering
menyebabkan ingesti arsen.
4) Pengobatan
dengan imunosupresan jangka panjang juga dapat meningkatkan resiko karsinoma
sel basal. Oleh karena itu penerima transplantasi organ atau sel stem mempunyai
resiko tinggi sepanjang hayat untuk menderita karsinoma sel basal.
5) Adanya
trauma, jaringan parut, dan luka bakar juga dapat menimbulkan karsinoma sel
basal.
6) Infeksi:
1. Epidermodysplasia
verruciformis secara primer disebabkan oleh human
papillomaviruses (HPV) tipe 5 dan 8 dan menyebabkan SCC in situ dan invasif
secara sinergis dengan beberapa bahan karsinogen yang lain, seperti sinar
matahari.
2. SCC
pada regio genital dan regio anal berhubungan dengan HPV tipe 16 dan 18.
Infeksi, biasanya melalui hubungan seksual, dan meningkatnya resiko untuk SCC.
3. SCC
Periungual berhubungan dengan HPV tipe 16.
III.2. Faktor Genetik
1) Kulit
tipe 1, rambut kemerahan atau keemasan dengan anak mata berwarna hijau atau
biru telah menunjukkan faktor resiko yang tinggi utnuk terjadinya suatu
karsinoma sel basal dengan perkiraan rasio 1,6. Perkembangan karsinoma sel
basal dilaporkan lebih sering terjadi setelah freckling pada usia anak dan
setelah sunburn hebat pada usia anak.
2) Xeroderma
pigmentosum; penyakit autosomal resesif yang dipicu oleh faktor pembedahan pada
kulit, dimulai dengan perubahan pigmen dan akhirnya menjadi karsinoma sel
basal. Efeknya berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menginduksi kerusakan
DNA karena ultraviolet. Selain itu juga terdapat gangguan pada mata seperti
opasitas kornea, kebutaan, dan deficit neurologis.
3) Sindrom
nevoid basalioma (sindrom nevus sel basal, sindrom Gorlin); karsinoma sel basal
muncul pada keadaan autosomal dominan, timbul pada usia muda. Biasa terdapat
odontogenik keratosistik, pitting palmoplantar, kalsifikasi intracranial, dan
kelainan tulang iga. Biasa juga timbul tumor seperti meduloblastoma,
meningioma, dan ameblastoma.
4) Sindrom
Bazex; terdapat atropoderma folikular (tanda-tanda ice pick, khususnya pada
dorsal tangan), basalioma multiple, dan anhidrosis lokal.
5) Terdapat
riwayat kanker kulit non melanoma sebelumnya. Insidens kanker kulit non
melanoma adalah 36% pada tiga tahun pertama dan 50% pada lima tahun kedua
setelah diagnosis awal kanker kulit.
IV.
PATOGENESIS
Karsinoma sel
basal terdiri atas sel tumor epithelial dan elemen stroma. Komponen epithelial
berasal dari sel primitive selubung akar rambut, sedangkan komponen stroma
menyerupai lapisan papilaris dermis dan terdiri dari kolagen, fibroblast, dan
substansia dasar yang sebagian besar berupa berbagai jenis glukosa aminoglikans
(GAGs). Kedua komponen ini saling ketergantungan, sehingga tidak bisa
berkembang tanpa komponen yang lainnya. Hubungan ketergantungan ini sifatnya
unik, sehingga dapat menjelaskan alasan karsinoma sel basal sangat jarang
bermetastasis dan pertumbuhannya pada kultur sel dan jaringan sulit terjadi.
Hal tersebut disebabkan oleh bolus metastase yang besar dengan komponen sel dan
stroma didalamnya sulit memasuki sistem limfatik ataupun sistem vaskuler. Hal
ini membedakan karsinoma sel basal dengan melanoma maligna dan karsinoma sel
skuamousa yang keduanya sering mengadakan metastasis. 10,11
Karsinoma sel
basal dianggap berasal dari sel-sel pluripotensial (sel yang dapat berubah menjadi
sel-sel lain) yang ada pada stratum basalis epidermis atau lapisan folikuler.
Sel ini diproduksi sepanjang hidup dan membentuk kelenjar sebasea dan kelenjar
apokrin. Tumo rtumbuh dari epidermis dan muncul di bagian luar selubung akar
rambut dan sel stem folikel rambut tepat dibawah duktus glandula sebasea. Sinar
ultraviolet menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53 yang terletak pada
kromosom 17p. Mutasi gen supresor tumor pada lokus 9q22 yang menyebabkan
sindrom nevoid basalioma, suatu keadaan autosomal dominan ditandai dengan
timbulnya karsinoma sel basal secara dini.10,11
Pada hampir
semua tipe karsinoma sel basal terjadi mutasi gen yang mengkode molekul
reseptor Hedgehog (Hh), jalur signal yang berperan dalam diferensiasi sel. Ada
tiga jenis yang diketahui yaitu sonic HH (SHH), Indian HH (IHH), dan desert HH
(DHH). Terjadi aktivasi yang tidak sesuai pada jalur signal hedgehog (HH) yang
ditemukan secara sporadik pada kasus karsinoma sel basal familial. Awalnya
dikenali sebagai penentu pada segmen polarity dalam spesies lalat Drosophila
melanogaster, jalur signal HH memainkan peranan penting dalam pertumbuhan
makhluk bertulang belakang. SHH yang disekresi akan mengikat protein patched
tumor-supressor homologue 1 (PTCH1), maka menghapuskan supresi signal
intraseluler yang disebabkan oleh PTCH1 oleh protein transmemran yang lain,
smoothed G-rotein-coupled receptor (SMO). Target berikutnya bagi SMO termasuk
faktor transkripsi family GLI.10,11
Sonic hedgehog
(SHH) berinteraksi dengan kompleks reseptor yang terdiri dari patched
tumor-supressor homologue 1 (PTCH1)-suatu supresor tumor-dan smoothed
G-rotein-coupled receptor (SMO). Tanpa SHH, PTCH1 berinteraksi dan mengsupresi
signal transduksi dari SMO. Ikatan antara SHH dengan PTCH1 menyebabkan SMO
menghantar signal ke nukleus dengan perantara faktor transkiptor golongan GLI.
Kurangnya PTCH1 yang fungsional menyebabkan transduksi signal dari SMO tidak
mengalami interupsi dan menyebabkan aktivasi target. 10,11
Hilangnya fungsi
mutasi PTCH1 termasuk mutasi germ-line yang ditenukan pada pasien dengan
sindrom karsinoma sel basal nevoid (Gorlin’s syndrome) telah ditemukan pada
30-40% secara sporadic dalam kasus karsinoma sel basal. Tanpa kehadiran PTCH1,
SMO sangat aktif, menyebabkan aktivasi target secara terus-menerus. Gangguan
lain pada jalur HH yang telah memberikan implikasi pada perkembangan penyakit
ini termasuk mutasi fungsi pada SHH, SMO, dan GLI. Transgenic human-skin model
menggambarkan bahwa aktivasi jalur HH merupakan kondisi awal dalam pembentukan tumor.
Molekul inhibitor yang kecil pada jalur signal HH seperti cyclopamine merupakan
terapi mekanis yang menjajikan. 10,11
Mutasi pada gen
supresi tumor p53 ditemukan dalam hampir 50% kasus karsinoma sel basal secara
sporadic. Kebanyakan mutasi tersebut adalah translasi dri C à T dan CC à TT
pada susunan dipyrimidine yang merupakan mutasi khas yang mengindikasikan
adanya paparan terhadap radiasi ultraviolet B. Hubungan antara karsinoma sel
basal dan mutasi pada jalur signal RAS atau RAF kurang diketahui. Akhir-akhir
ini terdapat nucleus β-catenin yang menunjukkan hubungannya dengan peningkatan
proliferasi sel tumor. Fungsi spesifik dari gen-gen ini masih belum diketahui.
10,11
V.
PROSEDUR
DIAGNOSIS
Diagnosis
karsinoma dapat ditegakkan sel basal berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis.
Konfirmasi histopatologis dengan cara biopsi eksisi, biopsi insisi, atau eksisi
terapeutik diperlukan tergantung pada ukuran tumor dan tindakan yang akan
diambil. Bila ada destruksi diperlukan CT-Scan dan MRI untuk menentukan tingkat
kedalaman infiltrasi yang terjadi akibat desktruksi tersebut. Apabila sudah
terjadi metastasis ke kelenjar limfe atau organ dalam perlu dilakukan
pemeriksaan USG limfonodus, foto rontgen thoraks, dan CT-Scan Abdomen. 11,12
V.1. ANAMNESIS
Orang yang
mengalamai sunburn lebih cenderung untuk menderita kanker kulit. Terjadinya
karsinoma sel basal dipertimbangkan pada orang dengan riwayat kulit yang
sensitif atau adanya anomali kulit yang tidak membaik dalam waktu 3-4 minggu
dan terjadi pada kulit yang terpapar dengan cahaya matahari, terutama jika
terdapat lekukan pada bagian tengahnya. Untuk mencapai ukuran diameter 1 cm,
tumor ini bisa berlangsung beberapa bulan atau tahun. Pasien biasanya
mengeluhkan adanya lesi seperti tahi lalat yang membesar, dapat pula lesi
tersebut berupa borok yang tidak sembuh-sembuh. 11,12
V.2. GAMBARAN KLINIS
Karsinoma sel
basal umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat invasif, dan jarang
bermetastasis. Selain itu tumor ini dapat merusak jaringan di sekitarnya,
bahkan dapat sampai ke tulang serta cenderung untuk residif apalagi bila
pengobatannya tidak adekuat. (Grant-Kels, 2007. Williams, et al, 2003)
Pasien biasanya
datang dengan luka yang sukar sembuh. Predileksi pada daerah wajah, telinga,
kulit kepala, leher, dan tubuh bagian atas. Oleh karena karsinoma sel basal
sering muncul di daerah wajah, pasien sering memberi riwayat adanya benjolan
jerawat yang sering bedarah. Trauma yang sangat ringan seperti mencuci muka
atau mengeringkannya dengan handuk bisa menyebabkan perdarahan biasanya
ditemukan. Riwayat paparan sinar matahari karena pekerjaan, sering terpapar
sinar matahari sejak kanak-kanak dan dewasa muda.11,12
Gambar 1. Karsinoma Sel
Basal (rodent cell carcinoma) sering terdapat pada bagian hidung, wajah, dan
telinga. Pada ulkus yang menetap, kemungkinan dapat berdarah, atau area
indurasi dapat dicurigai. (Dikutip dari
kepustakaan 1)
Gambar 2. Karsinoma Sel
Basal pada palpebra superior. Tampak pearly
edge yang disertai ulkus. (Dikutip dari kepustakaan 18)
Gambar 3. Karsinoma sel Basal pada hidung. Lesi tampak tidak berbahaya
namun merupakan suatu lesi kronik (panah) yang berkembang secara perlahan
dengan meningkatnya ukuran dan mudah berdarah.
(Dikutip dari kepustakaan 1)
Gambar 4. Karsinoma sel Basal pada hidung. Tampak papul
dengan rolled margins dan erosi pada
sentral lesi. (Dikutip
dari kepustakaan 17)
Gambar 5. Karsinoma Sel
Basal. Biasanya terdapat ulkus pada bagian heliks. Dapat diterapi dengan wedge resection. Ulkus dengan durasi
yang singkat kemungkinan karsinoma sel
skuamosa atau pada kasus yang jarang terjadi melanoma, keduanya membutuhkan
terapi bedah ekstensif. (Dikutip dari
kepustakaan 1)
Terdapat empat bentuk klinis
karsinoma sel basal yang banyak ditemukan, yaitu:4,9,12
1. Bentuk
Nodulus
Bentuk ini
paling sering ditemukan terutama pada daerah wajah, namun dapat juga ditemukan
di daerah tubuh dan ektremitas. Pada tahap awal karsinoma sel basal bentuk
nodulus ini sangat sulit ditemukan bahkan dapat berwarna seperti kulit normal
atau menyerupai kutil. Gambaran klinis yang khas berupa gambaran keganasan dini
misalnya tidak berambut, berwarna coklat atau hitam, dan tidak mengkilap
(keruh). Bila diameter kurang lebih 0,5 cm sering ditemukan pada pinggir
berbentuk papular, meninggi, anular, tengah di bagian tengahnya, dapat berkembang
menjadi ulkus (ulkus rodent) kadang-kadang ditemukan telangiektasis. 10,13
Gambar 6. Karsinoma Sel
Basal Nodulus (Dikutip dari kepustakaan
9)
Pada perabaan
terasa keras dan berbatas tegas. Bentuk ini dapat melekat di dasarnya apabila
telah berkembang lebih lanjut. Selain itu karsinoma sel basal bentuk nodulus
mudah berdarah dengan trauma ringan atau apabila krustanya diangkat. 9,10
2. Bentuk
Kistik
Bentuk ini agak
jarang ditemukan, Permukaannya licin, menonjol di permukaan kulit berupa nodus
atau nodulus., keras pada perabaan, dan mudah digerakkan dari dasarnya.
Telangiektasis dapat ditemukan pada tepi tumor (gambar 3). Lesi memberikan
gambaran translusen biru abu-abu yang mungkin tampak seperti lesi kistik
benigna. Pada bagian tengah nodul terisi dengan cairan musin jernih yang
mempunyai konsistensi seperti gelatin. 9,10,13
Gambar
3. Karsinoma Sel Basal Tipe Kistik. (Dikutip
dari kepustakaan 9)
3. Bentuk
Superfisial
Bentuk ini
menyerupai penyakit Bowen, lupus eritematosus, psoriaris, atau dermatomikosis
tapi tidak berfluktuasi. Ditemukan di badan serta umumnya multiple dan sedikit
kemungkinan untuk invasif (gambar 4). Timbul dengan gambaran sisik-sisik atau
papul yang berwarna merah muda hingga merah-cokelat, biasanya dengan daerah sentral
yang jelas (gambar 5). Erosi lebih sedikit dibandingkan dengan tipe nodular.
Biasanya terdapat faktor etiologi berupa faktor arsen atau sindrom nevoid
karsinoma sel basal. Ukurannya dapat berupa plakat denggan eritema, skuamasi
halus dengan pinggir yang agak keras seperti kawat dan agak meninggi. 9,10,13
Gambar 4. Karsinoma Sel
Basal Superfisial Multipel pada dahi. (Dikutip
dari kepustakaan 9)
Gambar 5. Karsinoma Sel
Basal Superfisial. (Dikutip dari
kepustakaan 9)
4. Bentuk
Morfea (Sclerosing)
Karsinoma sel
basal bentuk morfea merupakan bentuk klinis yang paling penting karena bersifat
agresif dengan plak atau papul yang sklerotik (gambar 6). Batasnya tidak jelas
sehingga eksisi langsung sukar dilakukan. Bentuk ini sekitar 5% dari jumlah
karsinoma sel basal dan agak sukar didiagnosis dan manifestasinya agak lambat.
Secara klinis menyerupai morfea akan tetapi ditemukan tanda-tanda berupa
kelainan yang datar, berbatas tegas, tumbuhnya lambat, berwarna kekuningan, dan
keras pada perabaan. 9,10,13
Gambar 6. Karsinoma Sel
Basal Morfea. (Dikutip dari kepustakaan
9)
Karsinoma sel
basal umumnya tumbuh lambat, namun kadang dapat berkembang cepat. Jaringan yang
paling rusak adalah pada bagian permukaan. Ulserasi dapat terjadi, menjalar ke
arah samping menuju ke dasar meliputi otot, tulang, maupun jaringan lainnya.
Ulserasi pada daerah mata dapat merusak bola mata sampai orbita. 9,10
Orang dengan
karsinoma sel basal mempunyai resiko tinggi untuk kambuh. Berdasarkan sebuah
penelitian, resiko kumulatif tiga tahun sebesar 33% dan 77%. Resiko ini
tergantung pada jumlah lesi yang ada. Lesi yang berada di tubuh mempunyai
resiko yang lebih tinggi. Daerah yang paling sering terjadi metastasis adalah
kelenjar getah bening, paru-paru, dan tulang. Tumor periorbital dapat mengadakan
invasi ke orbita yang bisa menyebabkan kebutaan apabila diagnosis dan terapi
terlambat. Invasi perineural juga dapat terjadi yang dapat menyebabkan
hilangnya fungsi saraf. 9,10
Resiko untuk
mengidap karsinoma sel skuamosa lebih tinggi setelah mendapat karsinoma sel
basal dengan resiko 6% dalam 3 tahun. Penderita juga mempunyai resiko yang
lebih tinggi untuk menderita melanoma maligna. Pelelitian di Amerika
nenunjukkan rasio 2.2, Belanda dengan rasio 2.62, dan Sweedan dengan resiko
pada laki-laki sebanyak enam kali lipat dan wanita empat kali lipat. Resiko ini
diduga mempunyai hubungan dengan paparan radiasi ultraviolet. 9,10
VI.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Oleh karena
karsinoma sel basal jarang bermetastasis, pemeriksaan laboratorium dan
radiologi jarang diperlukan pada penderita dengan manifestasi lesi lokal. Namun
biopi kulit diperlukan untuk konfirmasi diagnosis dan penentuan tipe histologi.
Biasanya yang paling diperlukan adalah biopsi shave. Namun pada kasus lesi pigmentasi yang sukar dibedakan
anatara karsinoma sel basal tipe pigmentasi dan melanoma, biopsi eksisi mungkin
diperlukan. 3
Biopsi
pada lesi yang berpigmen terbatas untuk teknik punch atau biopsi eksisi di lapisan dermis yang tebal dan dapat di
evaluasi pada spesimen patologi. Biopsi punch biasanya ukurannya berkisar dari
2 sampai 8 mm dan melibatkan pengambilan jaringan berbentuk silinder bulat,
sampai yang ideal pada batas jaringan subkutan. Kemudian jaringan ini di jahit
atau di biarkan bergranulasi. Paling sering, seluruh lesi dapat diambil untuk
pemeriksaan patologi; namun apabila tidak dapat di ambil bagian yang paling
penting dari tumor dapat dijadikan sampel. 3
Gambar 7. Teknik biopsi
shave. Kedalaman pengambilan sampel
tergantung dari arah sudut pisau (razor
blade). (Dikutip dari kepustakaan 3)
Biopsi shave adalah teknik yang paling baik
untuk lesi superfisial atau lesi yang tidak berpigmen yang dicurigai sebagai
BCC atau SCC. Teknik ini juga merupakan teknik biopsi yang baik untuk tipe cutaneous horn atau keratoakantoma,
dapat juga di disertakan dasar dari tumor pada specimen. Biopsi shave menggunakan anestesi lokal pada
bagian epidermis dan lapisan atas dari dermis. Pada sampel dilakukan di dasar
tumor dengan menggunakan pisau steril (razor
blade) atau pisau dengan no.ukuran 15 sehingga bagian tengah dari dermis
dapat disertakan sebagai spesimen biopsi. Apabila dilakukan terlalu superfisial,
invasi terhadap dermis tidak dapat dievaluasi, dan rebiopsi kemungkinan
diperlukan. 3
VII.
DIAGNOSIS
BANDING
1.
Karsinoma sel skuamous
Berkembang
lebih cepat, batas tegas, papul atau nodul yang bersisik, lebih meradang, tidak
tampak batas telangiektasis seperti mutiara; diperlukan biopsi.14
Gambar 8. Tumor pada
aurikel dapat muncul dengan gambaran seperti ulkus atau krusta.(a) lesi krusta
disebabkan oleh karsinoma sel basal. (b) lesi ulkus seperti karsinoma sel
skuamosa. (Dikutip dari kepustakaan 14)
2.
Hiperplasia sebasea
Sangat jarang
ditemukan, biasanya tampak delle dan talangiektasis, tetapi pada keadaan
meregang kulit tampak sedikit kekuningan atau oranye dan lobulus glandula
sebasea dapat terlihat. 6
Gambar 9. Nodul kecil berwarna
kekuningan, dengan umbilikus dan berbatas tegas pada hidung.
(Dikutip dari
kepustakaan 12)
3.
Keratoachantoma
Berkembang
dengan sangat cepat, lesi dapat tunggal, atau pada kasus yang jarang dapat
multipel; secara klinis, batas tegas, tinggi, nodul simetris dengan lubang di
bagian sentral; perlu di teliti secara histologi; dapat hilang secara spontan.
Pada kasus lain, beberapa kasus keratoakantoma dapat mendestruktif secara lokal.
14
Gambar 10.
Keratoakantoma. (A) Keratoakantoma pada dorsum manus. (B) Keratoakantoma, pada
hidung yang sembuh tanpa terapi. (Dikutip
dari kepustakaan 14)
VIII.
STADIUM
KLINIS
Klasifikasi
menurut UICC masih dapat digunakan dalam penentuan stadium karsinoma sel basal
seperti halnya dengan karsinoma sel skuamosa dan karsinoma kulit lainnya, akan
tetapi secara klinis untuk penentuan T (besarnya tumor primer) sukar dilakukan
dan untuk N (keadaan kelenjar getah bening regional) dan M (ada tidaknya
metastasis) secara praktis tidak ada. Jadi untuk menentukan stadium dapat
digunakan: 5,6
1. Ukuran
atau diameter horizontal tumor
2. Lokasi
tumor
3. Tipe
karsinoma sel basal
4. Penyebaran
histologi ke jaringan yang lebih dalam (diameter vertikal)
5. Batas
keamanan tepi
6. Batas
reseksi operasi mikro
IX.
PENATALAKSANAAN
Idealnya semua
karsinoma sel basal dibiopsi sebelum menentukan tindakan terapi yang paling
tepat. Namun hal ini akan menyebabkan bertambahnya biaya penatalaksanaan,
sehingga hal ini tidak selalu dilakukan. Apabila biopsi preoperatif tidak
dilakukan, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan biopsi pada saat dilakukan
tindakan operatif. 15,16
Dalam memilih
penatalaksanaan yang tepat harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: ukuran,
lokasi lesi, umur penderita, hasil kosmetik, tipe histologi, bentuk tumor, dan
kemampuan penderita untuk mentoleransi tindakan operasi. Terapi operatif
kombinasi dengan konfirmasi histologis merupakan prosedur standar penanganan
karsinoma sel basal. Tujuan tindakan operasi adalah untuk mengangkat tumor
sehingga tidak berproliferasi lagi. Dalam penatalaksanaan karsinoma sel basal
eksisi harus mencapai lesi primer yang radikal dan rekonstruksi dengan memperhatikan fungsi dan
kesannya terutama yang terdapat di wajah. 15,16
IX.1. Terapi Operatif
Teknik operasi
yang paling sering digunakan bisa dikelompokkan dalam dua kelompk yaitu: 1,2,14,16
IX.1.1. Destruksi
IX.1.1.1. Kuretase dan kauter/
elektrodesikasi
Kuretase dan
kauter paling baik digunakan untuk lesi yang beresiko rendah (berukuran kecil,
berbatas tegas dengan gambaran histologi yang tidak agresif). Tumor dibuang
dengan scraping. Prosedurnya dengan
anatesi lokal, lesi dicungkil dengan kuret dan dasar serta tepi lateral
dikauter dengan arus listrik untuk menghentikan perdarahan. Luka biasanya cepat
sembuh tanpa jahitan dan biasanya tanpa aesthetic
scar. Kuterase dan kauter tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan
tumor yang rekuren atau morfea dan tumor pada wajah yang beresiko tinggi
seperti di hidung, lipatan nasolabial, dan sekitar mata. 1,2,14,16
Ukuran tumor
merupakan faktor penting karena kadar kekambuhan meningkat sebanding dengan
ukuran tumor. Kelebihan teknik ini adalah prosedurnya cepat (biasanya kurang
dari 5 menit) dan efektif untuk karsinoma sel basal tipe nodular dan superfisial.
Kadar sembuh mencapai 95%. Kekurangan teknik ini adalah prosedurnya tergantung
pada operator dan sering meninggalkan white
atrophic scar. Prosedur ini kurang efektif untuk terapi karsinoma sel basal
tipe infiltrasi, mikronodular, morfea, dan karsinoma sel basal rekuren
dibanding teknik operasi Mohs yang merupakan pilihan terapi untuk kebanyakan
kasus. 1,2,14,16,
IX.1.1.2. Cryosurgery
Cryosurgery
digunakan secara meluas untuk terapi karsinoma sel basal yang tunggal dan
multipel. Cryosurgery dengan nitrogen cair digunakan dengan teknik kontak atau
spray pada tumor untuk dibekukan. Kemudian temperature
probe ditusuk ke dalam kulit pada tepi lateral. Terapi dihentikan apabila
suhu di tepi lateral mencapai – 600C. 1,2,14,16,17
Beberapa referensi
mengeluarkan teknik ini dari terapi karsinoma sel basal yang beresiko tinggi
dengan menekankan pentingnya menyeleksi lesi yang sesuai dengan gambaran
histologi yang tidak agresif dan jauh dari wajah untuk memperoleh angka
kesembuhan yang tinggi. Pada kasus tumor superfisial dengan batas jelas cryosurgery merupakan alternatif terapi
pilihan utama, khususnya pada penderita dengan usia lanjut. 1,2,14,16,17,18
Kelebihan teknik
ini adalah hasil kosmetik dan angka kesembuhannya baik apabila digunakan untuk
tumor yang mempunyai tepi jelas, misalnya ada karsinoma sel basal nodular.
Kekurangan teknik ini adalah tergantung operator dimana deteksi tepi tumor yang
tepat menentukan keefektifan prosedur. 1,2,14,16,17,18
IX.1.1.3. Carbondioxide laser
Prosedur ini
mengangkat lesi dengan menggunakan laser karbondioksida yang menggunakan sinar
bertenaga tinggi untuk mendestruksi sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.
Teknik ini tidak rutin digunakan pada penderita dengan resio perdarahan yang
tinggi. Prosedur ini direkomendasikan untuk lesi yang beresiko rendah. 1,2,14,16,18
IX.1.2. Eksisi
IX.1.2.1. Operasi konvensional
Setelah anastesi
lokal yang cukup diinjeksikan pada penderita, skalpel no.15 atau no.10
digunakan untuk insisi subkutis. Untuk memastikan keseluruhan tumor diangkat,
margin (tepi) dari kulit yang kelihatan normal harus dibuang/diangkat. Lebih
banyak margin kulit yang normal dibuang, lebih tinggi angka kesembuhan, namun
pengangkatan yang ekstensif ini akan meninggalkan defek yang lebih luas dan
hasil kosmetik yang kurang baik pada kebanyakan penderita. Pada kebanyakan
kasus, 3-4 mm (di referensi lain disebutkan 3-10 mm) tepi kulit yang normal
dibuang. Tingkat rekurensinya 5-10%. Operasi ini digunakan untuk tumor yang
berukuran 3-10 mm. 1,2,14,16
Gambar 11. Simple elliptical excision menyebabkan
terbentuknya jaringan parut, yang seharusnya dihindari pada daerah wajah.
Insisi dilakukan pada garis kulit dalam keadaan relaksasi pada daerah wajah dan
di lakukan dengan menggunakan beberapa flap contohnya seperti bentuk rumboid di
atas untuk meminimalisir jaringan parut. (Dikutip
dari kepustakaan 1)
IX.1.2.2. Operasi mikrografi
(pemotongan lengkap)
Ada dua metode
yaitu frozen section contohnya teknik
Mohs dan paraffin section (metode Breuninger). Prosedur ini memiliki
tingkat akurasi diagnostic yang tinggi, sehingga kulit yang sehat dapat
diselamatkan dan hanya mengeksisi tumornya saja sehingga teknik ini aman serta
bagus dari segi kosmetik. Operasi mikrografi ini diperlukan untuk karsinoma sel
basal yang kurang potensial yang mengalami rekurensi, yaitu: 1,2,14,16
1) Tipe
infiltrat yang terdapat di kepala dan bagian distal ekstremitas.
2) Karsinoma
sel basal tipe infiltratif dengan dengan ukuran kurang dari 20 mm yang
berlokasi di daerah non-kosmetik.
3) Karsinoma
sel basal dengan diameter lebih dari 5 mm dan berlokasi di hidung, mata, dan
daerah telinga, serta tumor yang berdiameter lebih dari 20 mmm di daerah selain
yang disebutkan di atas.
4) Tumor
yang rekuren.
Teknik Mohs
merupakan teknik operasi yang digunakan untuk karsinoma sel basal tipe morfea
atau rekuren atau karsinoma sel basal yang terdapat pada daerah wajah. Setelah
anastesi lokal, lesi dieksisi lapis demi lapis biasanya dengan ketebalan kurang
dari 1 mm, lalu diperiksa di bawah mikroskop sehingga semua tumor dibuang.
Prosedur ini memerlukan waktu yang agak lama dan merupakan terapi standar pada
penatalaksanaan karsinoma sel basal. Kelebihan teknik ini adalah angka
kesembuhan yang tinggi dibanding teknik yang lain (99% untuk karsinoma sel
basal primer, 90-95% untuk karsinoma sel basal rekuren). Selain itu teknik ini
dapat menyelamatkan jaringan kulit yang sehat dan merupakan terapi pilihan
untuk karsinoma sel basal tipe infiltrat, mikronodular, morfea, dan rekuren.
Kekurangannya adalah prosedur ini memerlukan waktu yang agak lama dan pasien
mungkin memerlukan anastesi tambahan. 1,2,14,16
IX.2. Terapi Non-operatif
IX.2.1. Radioterapi
Kebanyakan
karsinoma sel basal bersifat radiosensitif, sehingga radioterapi dapat
digunakan untuk kebanyakan tipe. Radioterapi tidak dianjurkan untuk karsinoma
sel basal pada area yang berpotensi untuk mengalami trauma berulang seperti di
ekstremitas atau tubuh dan pada penderita muda karena onset perubahan atrofi
kutaneus dan telangiektasis yang lambat akan menyebabkan efek kosmetik setelah
terapi. Onset fibrosis yang lambat bisa menimbulkan masalah seperti epifora dan
ektropion setelah terapi pada kelopak mata bawah dan lesi kantus bagian dalam.
Selain itu resiko terjadi katarak juga ada walaupun dapat dikurangi denan
penggunaan lensa kontak protektif. 1,2,14,16
Radioterapi
diperlukan untuk kasus inoperable atau post operasi mikro atau makroskopis,
lebih penting lagi pada kasus rekuren atau residif. Teknik radiasi yang
digunakan yaitu pengobatan standar terdiri dari sinar-X. area radiasi adalah
tumor yang kelihatan dan safety margin
dengan range 0,5 - 1,5 cm, tergantung pada ukuran tumor. Jaringan
sekitarnya seperti mata termasuk palpebra dan glandula lakrimalis harus
dilindungi. Dosis radioterapi ditentukan oleh ukuran, lokasi, jaringan sekitar,
dan tingkat radiosensitivitas tumor. Dosis tunggal anatara 1,8 – 5 Gy. Dosis total
maksimum adalah 50 – 74 Gy. 1,2,14,16
IX.2.2. Kemotrapi/ imunoterapi
Pada
penatalaksanaan dengan imunoterapi dapat dilakukan dengan cara imunoterapi
lokal dan sistemik. Imunoterapi lokal penting untuk karsinoma sel basal
multipel. Sitostatik 5-fluorourasil diberikan secara topikal dua kali setiap
hari selama 4 – 6 minggu (1-5 % dalam bentuk krim atau salep), di referensi
lain disebutkan sampai 12 minggu dengan kadar remisi setinggi 93% pada kasus karsinoma
sel basal tipe superfisial. Sitostatik ini bekerja selektif terhadap tumor
epidermal yang hiperproliferasi, namun juga dapat mengiritasi kulit yang sehat.
Setelah 1 – 2 minggu pengobatan, kulit mengalami inflamasi dan erosi. 1,2,14,16
Karsinoma sel
basal juga berespon terhadap pengobatan intra lesi dengan menggunakan
interferon tipe 1 yang diberikan lebih dari 3 minggu dengan pemberian 1-3 juta
IE tiga kali seminggu (terapi ini masih dalam penelitian). Karsinoma sel basal
yang bermetastasis memiliki prognosis yang jelek dan usia harapan hidup
dilaporkan 10 – 20 bulan. Keberhasilan terapi dengan cisplatin (100 mg/m2
setiap 3 minggu) dan dengan 5-fluorourasil kombinasi dengan cisplatin (100
mg/m2 cisplatin d1 dan 1000 mg/m2 5-fluorourasil dilanjutkan dengan
pemberian d1-d5 setiap 3 minggu). Dengan kombinasi ini tingkat remisi mencapai
50%.1,2,14,16
Banyak orang
yang enggan untuk dilakukan operasi terhadap tumor yang terdapat pada wajah,
oleh karena itu diperlukan adanya suatu teknik untuk menghilangkan karsinoma
sel basal yang terdapat pada area tertentu yang berkaitan dengan kosmetik. Krim
imiquimod sering digunakan untuk terapi karsinoma sel basal. Sebuah penelitian
menunjukkan angka kesembuhan hingga 88% pada karsinoma sel basal tipe superfisial
dan nodular. Terapi biasanya diawali tiga kali seminggu dan ditingkatkan 1 – 2
kali sehari ergantung dari toleransi untuk menjaga iritasi kulit. Cara kerja
krim imiquimod 5% adalah dengan menginduksi respon imun seluler sehingga
menyebabkan sekresi interferon-gamma (IFN-γ), interleukin-12 (IL-12) dan
sitokin lainnya. Masuknya IFN ke dalam tumor akan menurunkan sifat inhibitor
IL-10 dan membantu T-helper-1 (Th-1) untuk menstimulasi IL-2 dan menginduksi
adhesi molekul permukaan sel. Hal ini akan menyebabkan perlekatan limfosit
dengan CD4+ serta membunuh sel tumor dan regresi tumor.1,2,14,16
Imiquimod dapat
menjadi alternatif yang baik mengingat ada banyak alasan orang tidak mau
dioperasi. Kelebihannya adalah tidak menyebabkan terbentuknya jaringan parut.
Imiquimod cenderung menyebabkan reaksi inflamasi lokal yang secara umum ringan
hingga sedang dan hilang setelah pengobatan dihentikan. Imiquimod menyerupai
kerja dari respon imun alami pada tubuh dalam melawan karsinoma sel basal. Pada
lesi ini sitokin yang penting pada imunitas seluler seperti IFN-γ terdeteksi
dan berperan untuk meningkatkan infiltrasi CD4 dan limfosit terhadap stroma.
Sebagai pengobatan topikal, imiquimod dapat meningkatkan jumlah IFN-γ pada
kulit. Kemoterapi digunakan untuk penatalaksanaan penyakit lokal yang tidak
dapat dikawal dan untuk penderita dengan metastasis (hal ini jarang terjadi).
1,2,14,16
X.
KOMPLIKASI
Karsinoma sel
basal sering didiagnosis sebagai ringworm
atau dermatitis dan diterapi sebagai penyakit tersebut. Apabila dibiarkan tanpa
terapi, karsinoma sel basal akan membesar dan dapat menyababkan peradarahan.
Walaupun jarang bermetastasis, karsinoma sel basal dapat berkembang bahkan
sampai ke tulang sehingga menyebabkan kerusakan akibat destruksi jaringan.
Proses ini dapat menyebabkan terbentuknya ulkus yang dikenal sebagai ulkus
rodent. Kurang dari 1% karsinoma sel basal menyebar ke area lain tubuh, namun
setelah diterapi yang biasanya sembuh pada lebih dari 95% kasus, karsinoma sel
basal dapat muncul kembali di lokasi yang berbeda. 1,2,14,16
XI.
FOLLOW-UP
Follow-up
penting untuk beberapa kasus, walaupun tidak terdapat konsensus yang khusus
tentang frekuensi atau durasinya. Beberapa alasan yang penting sehingga
dilakukan follow up adalah sebagai berikut:1,2,14,16
1. Deteksi
tumor rekuren yang lebih dini
2. Deteksi
dan terapi awal untuk lesi baru
3. Pendidikan
penderita, khususnya terhadap proteksi terhadap sinar matahari.
Kebanyakan
penelitian menunjukkan mayoritas karsinoma sel basal mengalami rekuren dalam
lima tahun setelah terapi, walaupun 18% terjadi setelah jangka waktu tersebut.
Penderita dengan karsinoma sel basal mempunyai resiko yang kebih tinggi untuk
mendapat lesi primer yang baru. Individu yang telah didiagnosis dengan
karsinoma sel basal memiliki resiko 30% lebih tinggi daripada orang biasa untuk
menderita karsinoma sel basal tipe lain yang tidak berhubungan dengan lesi
sebelumnya.9
XII.
PROGNOSIS
Karsinoma sel
basal yang tidak diobati secara menyeluruh dapat timbul kembali. Semua
pengobatan yang telah dilakukan harus terus dimonitor meningat sekitar 20% dari
kekambuhan yang ada biasanya terjadi antara 6 – 10 tahun pasca operasi.
Rekurensi karsinoma sel basal setelah follow-up adalah sebanyak 18% untuk kasus
eksisi, 10% untuk terapi radiasi, 40% untuk elektrodesikasi dan kuretasi
(dengan follow-up kurang dari lima tahun). Sedangkan tingkat rekurensi dengan
menggunakan terapi Mohs setelah follow-up lima tahun adalah antara 3,4% dan
7,9%. Dengan demikian Mohs mikrografi merupakan terapi pilihan untuk karsinoma
sel basal yang rekuren. 1,9,10
DAFTAR
PUSTAKA
1. Bull,
TR. Color Atlas of ENT Diagnosis 4th
Edition. 2003. NewYork: Thieme Stuttgart. p.60,107,158.
2. Casciato,
DA, Lowitz, BB. Manual of Clinical
Oncology. 2000. Lippincott Williams & Wilkins. P.17
3. Frankel,
DH. Field Guide to Clinical Dermatology,
2nd edition. 2006. Lippincott Williams & Wilkins.p.94-6.
4. Hunter,
J, Savin, J, Dahl, M. Clinical
Dermatology 3rd Edition. 2003. USA: Blackwell Science. p.265-7.
5. LeBoit,
PE, et al. World Health Organization
Classification of Tumours – Pathology & Genetics Skin Tumours. 2006.
Lyon: IARC Press.p.16-21.
6. Hall,
JC. Sauer’s Manual of Skin Disease, 9th
edition. 2006. Lippincott Williams & Wilkins. p.281-3.
7. Saclarides,
TJ, Millikan, KW, Godellas CV. Surgical
Oncology – An Algorithmic Approach. 2003. New York: Springer. P.238-41.
8. Kasper,
et al. Harrison’s Manual of Medicine. 2005.
USA: McGraw-Hill Companies. P.308
9. DeVita,
VT, Hellman, S, Rosenberg, SA. Cancer –
Principles & Practice of Oncology – volume 1. 2001. Lippincott Williams
& Wilkins Publishers. P.113.
10. Abraham,
J, Allegra, CJ, Gulley, J. Bethesda –
Handbook of Clinical Oncology 2nd edition. 2005. Lippincott
Williams & Wilkins. p.301.
11. Williams,
H, et al. Evidence-based Dermatology.
2003. BMJ Publishing Group. P.324-5.
12. Grant-Kels,
JM. Dermatology: Clinical & Basic
Science Series - Color Atlas of Dermatopathology. 2007. USA: Informa Health
Care. P.195-6,229.
13. Vant
uchov á Y, Čuřík R. Histological Types
of Basal Cell Carcinoma. 2006. SCRIPTA MEDICA (BRNO) – 79 (5–6): 261–270.
14. Dhillon,
RS, East, CA. An Illustrated Colour
Text: Ear, Nose, and Throat and Head and Neck Surgery 2nd edition. 1999.
Churchill Livingstone. p.114.
15. Feig,
BW, Berger DH, Fuhrman, GM. The M.D.
Anderson Surgical Oncology Handbook. 2006. Lippincott Williams &
Wilkins. p.114,117.
16. Bailey,
BJ, Johnson, JT, Newlands, SD. Head
& Neck Surgery – Otolaryngology, 4th edition. 2006.
Lippincott Williams & Wilkins.p.1456,1460
17. Thiessen
MR. Dermatological Therapy. 1999.
135(10):1177–1183. P.86
18. Souhami,
RL, et al. Oxford Textbook of Oncology –
Volume 1 - 2nd edition. 2002. Oxford Press. p.86.
No comments:
Post a Comment